Ini tentang takdir. Setelah beberapa waktu lalu teman memberi pencerahan bahwa takdir itu seperi pohon, bercabang-cabang, terserah kita mau memilih cabang yang mana. Seperti kata Umar, "kita hanya sedang beralih dari takdir Alloh yang satu menuju takdir Alloh yang lain.." Maka, jika boleh saya tambahkan, pohon itu pastilah sangat besar, dan saling berpotongan dengan pohon-pohon takdir yang lain. karena takdir kita tidak pernah berdiri sendiri! Saling bersilangan dengan takdir yang lain! Jika kita ditakdirkan untuk tertabrak mobil, maka harus ada orang yang ditakdirkan menabrakkan kita! Itulah segi pentingnya, mengapa kita harus mengharap yang terbaik, bukan hanya untuk kita sendiri, tapi juga untuk orang lain. Tidak hanya meminta do'a dari sendiri, tapi juga dari orang lain. [Sudahkah kita mendoakan saudara kita hari ini?]
Terus, mengenai apakah takdir itu bisa diubah? Wahyu kena tilang 20.000 gara-gara berbelok di tempat yang salah. jika saja Wahyu terus melarikan motornya, tak peduli sempritan pak Isilup, maka dia bisa saja tak kehilangan duit 20.000 nya. Benarkah? Entah kenapa kesadaran saya beserta segenap alam bawah sadar saya menyangkal pendapat ini. Karena tidak pernah ada kebebasan mutlak dalam pilihan-pilihan makhluk. [bukan berarti juga saya jatuh pada paham yang menganggap semuanya mutlak dari Alloh: saya tidak shalat, toh kalo Alloh mentakdirkan saya shalat tentunya saya sudah shalat dari dulu-dulu.. bukan begitu!]. Maksud saya adalah, tidak pernah ada kehendak bebas pada diri manusia. Jika kita dikendalikan oleh otak, maka siapa yang mengendalikan otak? Jika kita digerakkan oleh jiwa, maka siapa yang mengendalikan jiwa kita? Karenanya, kita harus senantiasa berlindung kepadaNYA dari bisikan syaithon.
Intinya, takdir adalah sebuah perwujudan dari Kehendak Alloh. Dan setelah hal itu terjadi, tak ada lagi pembahasan: "Ah, coba kalau waktu itu begini.. pasti tidak akan begitu..". Tidak ada lagi tempat bagi penyesalan. karena yang sudah terjadi, maka pasti itu yang terbaik menurut Alloh. yang bisa kita ubah adalah masa depan. Serta menajamkan mata hati kita, untuk selalu mengikuti bisikan yang benar-benar dariNYA.
maka, ketika belakangan ini saya selalu sembunyi-sembunyi kalau ke jurusan, naik dari gedung tetangga, menghindari ruangan pembimbing tugas akhir saya di lantai satu (*takut ditagih progress ;p), itu adalah sebuah usaha. dan ketika di usaha yang sebelumnya selalu berhasil, siang itu: "Lho, is.. Sudah balik?" Sang Pembimbing ternyata tepat naik di ujung tangga, sedangkan saya ke arah sebaliknya. Dan mehe-mehe-lah saya.. Ooo, takdir!
Terus, mengenai apakah takdir itu bisa diubah? Wahyu kena tilang 20.000 gara-gara berbelok di tempat yang salah. jika saja Wahyu terus melarikan motornya, tak peduli sempritan pak Isilup, maka dia bisa saja tak kehilangan duit 20.000 nya. Benarkah? Entah kenapa kesadaran saya beserta segenap alam bawah sadar saya menyangkal pendapat ini. Karena tidak pernah ada kebebasan mutlak dalam pilihan-pilihan makhluk. [bukan berarti juga saya jatuh pada paham yang menganggap semuanya mutlak dari Alloh: saya tidak shalat, toh kalo Alloh mentakdirkan saya shalat tentunya saya sudah shalat dari dulu-dulu.. bukan begitu!]. Maksud saya adalah, tidak pernah ada kehendak bebas pada diri manusia. Jika kita dikendalikan oleh otak, maka siapa yang mengendalikan otak? Jika kita digerakkan oleh jiwa, maka siapa yang mengendalikan jiwa kita? Karenanya, kita harus senantiasa berlindung kepadaNYA dari bisikan syaithon.
Intinya, takdir adalah sebuah perwujudan dari Kehendak Alloh. Dan setelah hal itu terjadi, tak ada lagi pembahasan: "Ah, coba kalau waktu itu begini.. pasti tidak akan begitu..". Tidak ada lagi tempat bagi penyesalan. karena yang sudah terjadi, maka pasti itu yang terbaik menurut Alloh. yang bisa kita ubah adalah masa depan. Serta menajamkan mata hati kita, untuk selalu mengikuti bisikan yang benar-benar dariNYA.
maka, ketika belakangan ini saya selalu sembunyi-sembunyi kalau ke jurusan, naik dari gedung tetangga, menghindari ruangan pembimbing tugas akhir saya di lantai satu (*takut ditagih progress ;p), itu adalah sebuah usaha. dan ketika di usaha yang sebelumnya selalu berhasil, siang itu: "Lho, is.. Sudah balik?" Sang Pembimbing ternyata tepat naik di ujung tangga, sedangkan saya ke arah sebaliknya. Dan mehe-mehe-lah saya.. Ooo, takdir!
No comments:
Post a Comment