Thursday, October 25, 2007

Kebiasaan SMS dan Basa-Basi Kita

Kok meng SMS ucapan selamat ‘Idul fitri berasa wajib ya?

Padahal, tahun ini saya berencana hanya akan mengirim ke orang-orang dekat yang selama ini sering berinteraksi dan membalas SMS yang masuk saja. Soalnya, seingat saya, memasuki ramadhan dulu saya sudah mengirim SMS serupa.

Tapi toh nyatanya saya jatuh SMS juga.. Walaupun beberapa yang nomornya bukan T-sel sengaja saya lewatkan (*gomennasai, makanya pakai T-Sel dunx ;p biar saya murah SMS nya, hehe..)

Bagaimanapun, saya toh tetap konsisten dengan kebiasaan saya tiap tahun: menyalin SMS yang masuk ke dalam versi hardcopy alias tulis tangan. Bah!! Puegel cing..! Habis si hejo monokrom-monophonik-monopoli saya itu memang hanya sanggup menampung 50an inbox, padahal di dalamnya sudah bertengger duapuluhan SMS taushiyah dan penggugah semangat yang tak tega saya hapus. Bagaimana lagi. Tapi saya suka, melakukan hal ini. Kapan-kapan saya bisa membuka-bukanya lagi, beberapa diantaranya cukup menyentakkan hati dan menggiring cengiran. Misalnya balasan teman seangkatanku yang mblebes ini:

Iyo, sakmono uga dingapura nek ana keliran kelirune mbahmu iki.. Tak dungakno pinter ngaji, pinter sekolah, cepet lulus, lan cepet entuk jodho.. Hehe..

Hayah, dadi kelingan dungane mbah yutku sing ning ndesa kana..

Tapi, ngomong-ngomong, SMS di atas mengingatkan saya pada sebuah cerpen yang berjudul Basa-Basi yang saya baca baru-baru ini. Ya, bukankah seorang semacam saya ini (pengangguran terselubung, lajang, dkk dkk) adalah sasaran empuk pertanyaan-pertanyaan di atas: kapan lulus? Kapan menikah? Dan kapan-kapan lainnya yang kadang bikin greget: none of your business, man!

Tapi inilah orang kita, selalu peduli, meskipun pada bentuk yang paling sederhana berputar pada pertanyaan-pertanyaan basa-basi yang kadang kala bikin keki sebagian orang: kuliah di mana? Kerja di mana? Kapan punya anak? Dan seterusnya. Dan saya termasuk orang yang keki itu. Tapi kalau saya yang kebagian nanya orang, kok jatuh-jatuhnya ke situ juga. Paling banter nanya: lagi sibuk apa? (*Dus, telah trauma saya menanyakan perkembangan TA orang-orang). Mungkin begitulah saya, Anda, kita. Lebih suka memilih pertanyaan semacam itu dari pada pemicu percakapan yang mendalam. Beresiko. Tidak kreatif tapi aman, itulah bentuk basa-basi kita. Tidak sebenar-benar mau berbagi.

Ya, sejujurnya saya kurang suka menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas. Karena, lagi-lagi, jujur, saya tidak bisa menjawabnya. Tapi cobalah sekali-kali bertanya: bagaimana hari-harimu pekan ini? Apakah kamu bahagia? Maka insyaAlloh saya akan tersenyum, dalam kepala saya neuron-neuron berdecit membuat irisan permenungan singkat, lalu mulut saya akan menjawab. Silahkan Anda nilai sendiri tingkat kebenarannya lewat mata saya. Mungkin saya akan bilang saya bahagia, minggu ini saya begitu begini. Atau saya akan tercengir malu-malu, minggu ini saya bersalah ini itu. Atau minggu ini saya ingin mengeluh bla bla bla.. dan sebaiknya Anda langsung lari kalau mode saya curhatis seperti itu.. ini saran saya yang paling waras lho =D

Maka kawan, adakah yang menarik dari hari-harimu? Apa yang akan membuatmu tersenyum hari ini? Kalau-kalau saya bisa membantu.. (*yang ini jelas [bukan] basa basi lho!) Tapi yang paling penting, apakah kamu bahagia?

Thursday, October 18, 2007

Wawilujengan

Bilih aya nu nyungkelit dina ati, katugenah dina manah, kasiku catur, katajong omong ku simkuring, mugia Ridho ngahapunten..

Ngaturaken sedaya kalepatan, mugia pethaking qalbu ingkang pinuh pangaksami pinaringan Ridha Alloh lan ditampi sadaya ibadahipun

Wilujeng ‘Idul Fitri 1428 H

Semoga berkah amalan-amalannya dan dipertemukan kembali dengan Ramadhan berikutnya.

Pacurhat-curhat deui

Konbanwa, minna san!


(*diketik pake kompi yang di rumah nDah, setelah namatin game: color break! Yiiha.. keren kan? 30 level getu loh! ^__^  bego! Baru bisa full level sekarang)

Yak, hari ini adalah hari pertama saya resmi ‘keluar’ dari kosan, setelah memingit diri di kamar selama lebih dari 6x24 jam! Wadduuhh!! Gak bosen apa? Halah.. kok bosen?!?! Ini juga kalok gak gara-gara di SMS-in mamahnya temenku yang nagih janji kedatangan saya, curiga saya masih ngendon di kamar-kamar juga! Paling jauh ya.. nonton tivi di ruang tamu atau ke kamar mandi yang jaraknya cuman beberapa langkah itu!! Aduh.. apa gak atropi ni otot? Ntar dulu.. bukan itu yang gawat! Parahnya adalah: cacat sosial saya! Haduh.. apalagi toh ini? Sok hiperbolis bangettt!!!

Beneran lho ini! Tak pernah saya mengalami lebaran ‘seburuk’ini. Walaupun, jujur, saya sih happy-happy aja. Ini adalah lebaran pertama saya jauh dari keluarga. ‘Idul Fitri kali ini saya nggak pulang ke rumah karena.. yaaa.. adalah ya sebabnya. (*sssttt, itung-itung sebagai hukuman nggak beres-beresin TA! Biar kapok.. eh, ternyata ga mempan!!). Saya cukup terkejut: ternyata biasa-biasa saja tuh. Nggak sedih meskipun sepi (*mengingat teman sekosan saya ada yang sampai nangis-nangis) tapi juga tawar, nggak ada suasana khas lebaran yang gimanaaa gitu.. Hehehe, pas malam takbiran saja saya masih begadang nyelesaian episode-episode Naruto yang dulu saya skip (*Gubraxxxx!! Never ever try this!). Dan jangan harap ada toples kue-kue di meja ruang tamu kami. (*kalo chiki plastikan si ada! Cuman, ya itu, porsi pribadi). Intinya, hopeless bakal dikunjungi tamu. Dan ternyata saja juga hopeless, nggak ngunjungin kenalan yang ada juga di sekitar Bandung ini. Padahal, kalo memang niat silaturrahmi, banyak juga kok teman-teman yang gak mudik. Cuman ya itu tadi, bla bla bla bla bla... pokoknya baru h+4 saya keluar kosan untuk beli air galon (*yang ternyata lagi kosong!), mampir ke Indomaret (*belanja-belanji barang-barang sakti anak kosan) dan antri setengah mati dua porsi bakso Lestari yang saya embat sendiri (*abis mBak Lia-nya udah tidur si.. daripada mubadzir =P  bikin-bikin alasan!). Begitulah. Kalau dibayangin, kok ya malang banget nasib saya ya? Ah, ternyata enggak kok. Walau pun ya itu tadi, ‘cacat sosial’ yang saya rasakan kuat menghunjam sanubari ini, membuat perasaan membiru ungu nila jingga.. (*cuih cuih..!)

Cacat sosial apa tho?
Lha apa bukan cacat sosial kalo saya lebih memilih menikmati Jhony (*nama notebook teman sekamar saya, sekedar mengingatkan) daripada asyik beranjang sana ke rumah kenalan-kenalan, atau sekedar bersalam-salaman dengan tetangga yang dilewati terasnya setiap pergi ke kampus. Duhh.. Semoga ini hanya saya, dan hanya kali ini saja. Ya, status sebagai ‘anak kosan’ seharusnya tidak membuat kita (*apa lebih cocok memakai kata ganti ‘kami’, atau ‘saya’?) membangun dinding dengan sekitar kita (*lebih enakeun ‘kita’, tah lah..). Saya sendiri merasa asing dengan kondisi di sini. Juah di kampung saya nun di pedalaman Malang yang rada-rada pinggir tapi tengah, kala lebaran adalah saat di mana semua orang tak pandang bulu, (*karena memang tidak ada yang berbulu, semua tergolong bangsa mamalia..) saling bersalaman dan bermaafan. Lha di sini? Umm, rasanya kaku banget. Orang-orang cenderung lebih acuh (*eh, apa tak acuh ya? Mana yang bener ni Bu Guru?). Kurang grapyak. Kitanya sendiri udah terlanjur dikecap sebagai pendatang, dan memposisikan diri sebagai pendatang kali ya. Merasa tidak ada ‘tanggungan’ untuk menjalin ikatan primordial. Seadanya saja. Ya, seadanya ketemu orang, seadanya niat, seadanya.. Seharusnya ini tidak dijadikan alasan. Saya-nya aja yang memang kurang ‘beres’. Semoga hanya saya, dan hanya kali ini saja. Karena saya mengharapkan sesuatu yang berbeda untuk lebaran yang akan datang..

Eh, dari tadi saya menyebutnya lebaran ya? Padahal saya sebenernya lebih suka memanggilnya ‘Ied Al-Fitri alias ‘Iedul Fitri alias hari yang suci. Peralihan istilah menjadi lebaran membawa sikap kita turut bergeser: dari hari dimana kita saling berlomba mensucikan diri menjadi hari dimana kita berlomba me’lebar’kan diri. Dalam bahasa Jawa yang saya kenal, lebar bisa dimaknai sebagai ‘habis, tidak bersisa’. Lebaran, ya habis-habisan, tidak menyisakan apa-apa. Uang dan segala tetek bengek habis, tanpa ada jaminan dosa-dosa kita ikutan lenyap. Malah, salah-salah amalan-amalan yang dibina selama Ramadhan justru sirna tak bersisa.. NaudzubiLLAH! (*hiks, nyindir diri sendiri!!!). Tapi saya sih yakin, kalau orang sekaliber Anda pasti memaknai hari ini menurut makna yang pertama. Saya harus belajar banyak dari Anda =).

Yah, segini dulu curhatan membosankan saya (*Huuraay.. ini tulisan pertama saya lho hampir satu bulanan ini!). Tak sangka, bisa ‘puasa’ nulis sepanjang ini.. huhuhuhu!! Blogku yang malang.. Y_Y

Bocoran agenda selama liburan 1428H: alhamdulillah sempat I’tikaf di Salman (*akhirnya, ini pertama kalinya lho saya ‘itikaf di Salman. Sebelum-sebelumnya pasti sudah tinggal landas ke kampung halaman. SubhanaLLAH, meskipun nggak penuh dan nggak sempurna [kebanyakan tidur] saya mencecapi keindahannya.. barakaLLAH.. semoga Alloh merahmati imam-imam dan ustadz-ustadz yang menghijaukan Ramadhan). Baca buku yang (*biasanya) tak mungkin saya baca (*kumpulan cerpen besutan FLP Palembang, novelnya Hikaru, kumpulan cerpen NFH, sama satu lagi kumpulan cerpen kado pernikahan entah apa, semuanya lumayan bagus. Cuman, yang isinya tentang rumah tangga bikin eneg juga sih. Ngabisin Naruto (*eh, ada yang punya episode 208-215? Bagi dong bagi dong bagi dong!!!), Dragon Sakura, GTO (*Oupzz, ini karena udah keabisan tontonan, sumpah!!!!!), baca cerpen-cerpen donlotan, kegiatan sehari-hari untuk bertahan hidup, menyambangi trio kuro (*baca kisahnya di bagian lain), tidur, de el el.. pokoknya nyampah deh T__T Wish I’ll be better next time. Hayo, atarashi no atashi, ganbarimashou ne!

Sambil mengikuti irama Laruku dengan Stay Away-nya:

Nukedashita taichi de
Te ni ireta no wa jiyuu
Maybe lucky, maybe lucky
I dare say I’m lucky


Alhamdulillah, I’m HaPPy though..
Bagaimana dengan lebaran Anda?

Bandung-Bandung kene,
Kamis, 18 Oktober 2007 21:21:06

Ueleh

Tak ada saat jatuh cinta untuk orang-orang seperti kita

Yang tersisa hanya zaman untuk membangun dalam cinta,

Sembari berbisik pada silir angin yang membakar:

Aku ingin mencintainya dengan sederhana

Tak persis seperti yang dikatakan Sapardi,

Cukuplah seperti selarik pedang cahaya yang berlabuh

mungkin pada embun di jendela


[sudah aku katakan lewat semua yang kutuliskan. Jadi jangan tanyakan apa-apa lagi]

Angkot dan para penumpangnya

Hm,

Tadi di angkot saya sebel. Sannggggaaat sebal, sampai sampai saya malu sendiri dengan muka saya yang beberapa detik sempat berubah bete kesetanan. Duh, mana bekas shiyam itu?


Tadi di angkot saya sebel. Di tengah macetnya lintas TamanSari, luberan dari kebon binatang Bandung, klakson sudah berjumpalitan, dan saya terjebak di pintu angkot. Dengan rok saya yang cukup panjang dan cukup sempit, sangat sukar untuk melewati ibu yang dengan gagah dan keras kepalanya menduduki kursi tepat di depan pintu. Duh, mbok ya ibu itu yang ngalah, pindah duduk yang di dalam. Lagian kan lebih nyaman. Aman lagi. Maka hatiku ngegerundel, melompati barang-barang di pintu dengan sepenuh perjuangan yang diizinkan rok dan sepatu ini. Saya jengkel. Susah sekali mencari simpati di kota beton ini. Dan saya malu pada muka saya sendiri yang bete.


Tadi di angkot saya sebel. Tapi ketika saya piker-pikir lagi, ternyata saya juga sering memaksakan duduk di kursi paling pinggir, membuat orang yang baru naik terbungkuk terburu-buru berjalan ke bagian belakang, menyaingi supir angkot yang bernafsu mengejar uang setoran. Duh,,, malu aku pada muka beteku. Apalagi saat aku pandangi, ternyata sang ibu menduduki kursi itu bukannya tanpa misi. Seorang bapak paroh baya menggendong anak tiga tahunan, terkantuk-kantuk tepat di kursi sebelahnya. Tepat menghadap pintu. Artinya ibu itu hanya bermaksud melindungi anaknya yang lucu, semoga tidak terjatuh dari gendongan bapak paro baya. Ah, malunya aku pada muka beteku..


Tadi di angkot saya sebel. Ditengah jubelan penumpang, dan keringat yang menderas. Pojok kudengar riuh dua ikhwan diskusi. Tentang segala istilah arab yang entah, otak awam ini tak sanggup mengikuti. Duh, mbok ya lihat situasi.. ini kondisinya seperti ini.. saya saja agak risih mendengar istilah-istilah luar angkasa mereka, bilakah mana teteh-teteh dengan jins yang pinggangnya tertarik saat turun angkot tadi.. bilakah mana ibu-ibu berU-Can-C Duh.. tapi malu aku pada muka beteku.. kok aku lebih malu atas saudaraku yang berbuat kebaikan di muka umum, dari pada perempuan-perempuan berbaju tak utuh? Duh, sebatas mana keimananku.. aku malu pada muka beteku sendiri. Lagi pula, bukankah mimpi-mimpi kita terbayar saat para pengamen menyayikan nasyid-nasyid rabbani? Saat orang-orang tidak bicara kecuali kebajikan? Saat anak-anak muda riuh merancang strategi jihad di pasar, di mushala, di lapangan basket, di mall.. di mana-mana! Itulah mimpi kita! Dan aku malu pada muka beteku..

Beruntunglah

Beruntunglah yang memiliki cacat pada raganya, sehingga orang lain selalu mengingatkannya. Meskipun sering sedih hatinya, makin awas perilakunya. Lain lagi bila cacat itu tak kasat mata. Orang sering lupa dan berasa sempurna. Padahal berapa banyak kerusakan di jagat ini karena manusia yang cacat mentalnya? Dan kita pun sering terpedaya, ikut-ikutan menganggap golongan yang kedua ini wajar-wajar saja.

Ya Alloh, aku berlindung dari keduanya..

Beruntunglah yang tengah sakit dan menghitung usia. Makin awas menjaga amal, makin sedikit keburukannya. Lain lagi bila tak ingat mati, lupa akan datang giliran sendiri. Membicarakan kematian seolah-olah untuk orang lain saja. Berbuat aniaya ringan sekali, menambah ibadah aduh beratnya.

Ya Alloh aku berlindung dari keduanya..

Hikayat Tiga Kura-Kura

Ada tiga. Semuanya warna dasarnya item dengan tingkat kehitaman yang berbeda, hanya ada beberapa garis oranye di kulit bagian kaki dan kepala. Sedikit kehijauan, kurasa. Ada satu paling kecil, tapi juga paling agresif. Yang satu lamban, sok-sok jual mahal. Baru mau makan kalau sudah ditungguin sepuluh menitan. Yang satu, sedang-sedang, biasa-biasa saja. Kayaknya cewek.


Itulah tiga ekor kura-kura yang dititipkan padaku saat sang empunya balik lebaran ke ibukota. Cuma tiga, tapi seumur-umur saya tidak pernah bermimpi akan berurusan dengan hewan yang tiga ekor itu. Cuma tiga, tapi saya tidak bisa menghafalkan siapa saja namanya dan oknum pemilik nama itu yang mana. Kalau tidak salah ingat, yang satu namanya Wati, yang satu Karli, yang satu Efo. Eh, salah, Efo mah yang sudah mati.. semuanya nama cewek, ga peduli apa jenis kelamin si kura-kura.. named after the trio minangers...


Kewajiban pemelihara kura-kura ini pada dasarnya ada tiga. Pertama memberi makan, yang sudah disediakan sama pemiliknya. Memandikan alias menyikat cangkang dengan sabun, trus mengganti air bak tempat tinggal sang kura. Ketiga, melindungi dari panas dingin, alias memasukkan bak ke dalam rumah. Um, yang ketiga si kecil, no problemo. Yang pertama juga gampang, tinggal plung.. nah yang ke dua ini yang bikin stress.. duh, aku kan geli.. gak berani pegang.. ihh.. ;D Pertama kali ‘nyuci’ kura dibantu Yenchan, jadi nggak begitu ‘berasa’, nah pas semua udah pergi, terpaksa aku melakukannya sendiri.. duh! Tapi lama-lama biasa juga, tapi jangan tanya soal kualitas. Pasti nggak setelaten pemilik aslinya :D. Nah, hari ini ku tinggal pergi, bagaimana ya nasibnya? Terakhir kali ku lihat tadi siang si, kulitnya agak berlendir, kayak mengelupas githu lho.. aduh aku jadi khawatir.. semoga mereka baik-baik saja.. hiks, selamat sampai saat saya serah terimakan kembali ke tangan pemilik aslinya. Bagaimana saya harus mempertanggungjawabkan ketidakbecusan saya mengelola tiga nyawa hewan kecil itu? terus terang, saya sempat beberapa kali telat ngasih makan, telat ngganti air, dan beberapa kali tak di sikat. Duh..


Ternyata susah juga ya memelihara petto itu..

Mending aku melihara pEtt0 yang ini =D hihi..

Tapi, umm, apalagi memelihara anak manusia (*bukan sekedar aspek fisik.. Y_Y)

Wuih wuih, belum berani, hahahha...

10/19/2007 1:12:49 AM

Iklan yang patut dilestarikan

++ di tengah iklan-iklan yang makin bokep tanpa memperhatikan jam tayang

++ toh ada juga iklan yang cukup oke:

# susu bendera gak pake ‘es’ dan lubangnya satu

# multivitamin untuk ibu rumah tangga super-serba-bisa-sibuk (*sebagai koki, manager keuangan, guru, deelel)

# rokok versi gagal SPMB = enjoy yang tertunda

# rokok versi anak muda dilarang ngomong

# rokok tema ramadhan versi photo introspeksi anak

# ... (*lupa ga dicatet)


Lho lho, kok yang pada bagus-bagus iklan rokok ya? Wadduh.. Ga tau deh mo ngomong apa!