Friday, February 19, 2010

Selalu ada alasan untuk berhenti merokok.
Seperti yang ini..

--

If you can still see things clearly, it only means one thing: you didn't go fast enough!

-cangkir Risk Taker Nur-

Friday, February 12, 2010

The 'Come Back'

Setelah dengan sepuasnya saya menggunakan blog ini untuk kesewenang-wenangan saya pribadi, terjebak dengan microblogging atau nggak ngeblog sama sekali, mungkin sudah saatnya sedikit lebih banyak berkonsentrasi pada apa yang 'ingin', 'harus', dan 'patut' ditulis. (*apakah ini artinya saya sudah wake up? Jangan senang dulu :D Ini artinya hanya satu: si cebong harus lebih banyak lagi belajar berenang di empang perbloggingan ini.*) Yeah. Hmm, ngiri liat blog orang lain, haha... (*bagus Bong, itu sebuah langkah awal yang bagus setelah sekian lama kamu tidur, dorman akut!*)


Mohon maaf ke semua, saya sengaja tidak membawa banyak oleh-oleh dari kepulangan saya yang terakhir kemarin. Ada beberapa hal yang menggelitik hati saya, entah itu menarik atau tidak. Yang jelas, saya belum menemukan sebuah jawaban yang memuaskan hati.

Ini tentang tiga orang yang pasti saya temui sepanjang perjalanan. 
Peminta-minta. 
Pengamen.
Penjual asongan.

Yang pertama ini, pada banyak kasus, modalnya adalah kemampuan teatrikal untuk menggugah simpati massa. Tidak semuanya berpura-pura, tentu. Tapi adalah kenyataan bahwa 'profesi' ini tidaklah disukai oleh Tuntunan kita. Tapi adalah juga kenyataan, saya lebih mudah memberi kepada mereka daripada kepada dua golongan yang lain: berharap pahala menolong dzuafa. Tapi kian susah saja membedakan mana yang benar-benar dzuafa, mana yang boong-boongan. Terlebih jika melibatkan anak-anak; jadinya sesal.


Golongan ke-dua ini lebih variatif; dari yang menjual hiburan benar-benar, sampai golongan pertama yang nyaru dengan bermodal suara. Hmm, saya salut sekali dengan seniman jalanan yang mendedikasikan seluruh diri dan kemampuannya untuk berekspresi di hadapan orang-orang asing ini. Tapi jika sekedar perform pas-pasan, hmm, gondok juga. Terkadang merasa tak adil dan berdosa jika saya memberi apresiasi golongan ini tak sebanding dengan biaya kendaraan umum itu sendiri :D Tapi begitulah seni. It's all about 'what your heart taste'


Golongan ke-tiga ini yang seringnya saya abaikan. Kerja keras mereka menawarkan dan menaruh barang-barang sekedar supaya penumpang tertarik dan bisa memeriksa barang lebih lanjut, bagi saya adalah angin lalu saja. Tak ada hubungannya dengan saya. Saya toh tidak membutuhkan barang-barang yang mereka jual (yang seringnya adalah barang-barang berharga murah dengan kualitas rendah). Tapi ketika saya balik menuju Surabaya kemarin, dengan bis karena tidak ada jadwal kereta yang match, sesuatu mengenai kepala saya. Ini gara-garanya saya membeli sebungkus kacang dan emping melinjo yang ditawarkan mas-mas pengasong (yang sebelumnya seingat saya tak pernah saya lakukan), yang pada gilirannya mengingatkan saya kisah orang-orang dekat teman-teman saya (kakaknya, ayahnya, dsb) yang menyambung hidup dengan berjualan demikian. Dan saya sedang meninjau ulang 'penilaian' saya terhadap ketiga orang yang mewarnai perjalanan saya itu. Kenapa saya bisa sekejam itu? Bukankah membantu golongan yang mencari nafkah dengan cara terhormat walaupun pendapatannya kecil adalah juga sebuah langkah yang ....?

Di sana ada keberkahan, insyaALLOH.

1-10 Feb, 2010