Tuesday, December 06, 2011

Ore no Tanjoubi Purezento..

Dengan sok gayanya, waktu boss-biss saya nanya saya mau kado ultah apa, saya selalu bilang: apa aja, asal yang bisa dipake dan BUKAN BUKU!

Hari itu, sehari setelah milad saya, setelah makan bersama di salah satu stand kandidat ketua IA (*hahahaha.. meuni polos amat*), kami pun berlari-lari mengejar mobilku... (*emang soundtrack anime?*) Maksud saya, kami pun segera mampir ke Indonesia Book Fair. Salah satu boss bermaksud berburu marmut mabuk. Biss yang lain.. ngapaian ya? Saya juga nggak nanya beliau mau nyari apa. Tapi naga-naganya sih nyari-nyari (penjaga stand) yang seger bin cerah =D (*ouupss*) tapi kenemunya malah komik komik dan komik. Mungkin semua yang ganteng dan seger sudah menjadi komik (maap ya boss Y**chan). Begitulah.


Karena sudah bertekad tidak ingin kado buku (selain buku yang sudah saya tag ke salah satu boss), maka saya pun menghadiahi diri saya sendiri satu buku (??????). Silakan bingung. Pokoknya saya menghadiahi diri saya sendiri novel MC yang A Case of Need tea, di stand buku second langganan saya. Dan saya berhasil melawan semua godaan. Saya selalu menggeleng tiap ditawari boss buku sebagai hadiah milad :D


Begitu seterusnya.


Dan seterusnya.


Dan seterusnya.


Dan seterusnya.


Sampai kami ikut mabuk karena nggak nemu-nemu marmut.
Dan kaki kami sudah bersemut-semut. (????)


Intinya kami keluar menghirup udara segar dan makan kue dan ngobrol geje, sembari menunggu salah satu boss yang ilang di jalan. setelah kami kembali reunited menjadi tiga serangkai, kami pun masuk lagi.


Lalu...



Terjadilah...



Hal paling naas sepanjang hari itu!










Tak sengaja lihat satu buku diper!
Lalu temperatur katakecil pun mulai naik.
Eh.. ada satu lagi...
katakecil makin kelimpungan...
Eeeeeh....?!?!?!?
Whaaaaat......???



wooooooooooooooooooooooooooow...



semua judul yang belum masuk koleksi katakecil ada di sittuuuuuuuu.....


pingsan lah si katakecil


bo'ong deng








yang jelas dia membawa pulang begitu banyak buku yang sampai sekarang pun masih membuat dia melayang-layang..

=D


Yosh! Mission bin malakiah success!

Thank you utk boss-biss yang sudah menghadiahi saya buku-buku di atas ;9 sluuuuuurp...



*gedje*

**gambar nggak sengaja di-mirror biar nggak bikin ngiler orang lain

Sunday, December 04, 2011

Yang (Memilih) Berbahagia

Kurasa usianya akhir dua puluhan, atau mungkin awal tiga puluhan. Pakaiannya terlalu sederhana untuk ukuran pegawai kantoran, tetapi terlalu bersih dan rapi untuk orang yang kerja kasar. Tangannya kosong, tidak nampak tas atau bawaan apapun. Jadi aku tidak bisa menebak profesinya apa. Hari sudah mencapai kelelahannya yang paling telak, tetapi lelaki itu seperti pagi yang baru menetas: wajahnya cerah sumringah. Aku punya dua tebakan untuk menjelaskannya: dia sedang jatuh cinta, atau dia sedang jatuh cinta (itu mah idem atuh! =,="). Tapi aku tidak tahu dia jatuh cinta kepada apa. Yang jelas, padat, rikuh, dan lelahnya kota ini tidak sanggup mengekang rembesan rasa itu dari aura tubuhnya: ringan, penuh senyum, dan.. bahagia...


Inilah kebiasaan baruku: mengamati orang-orang Jekardah; terutama kited berada di angkutan umum seperti Kopaja ini. Sangat jarang aku melihat ekspresi seperti itu. Kalau galau, hm, ekspresi itu ada di mana-mana. Maka mataku susah lepas dari objek yang satu itu (*uhmm, mana praktik teori menjaga pandangan, katakeciiiil?*). Bukannya apa-apa. Aku hanya penasaran dan tak bisa tidak jadi merenung: sebenarnya bahagia itu apa? Mengapa dia bisa menjadi seperti itu? Apakah dia memilihnya? Tapi rupanya renunganku sia-sia karena aku tak bisa bertanya langsung padanya. Tapi kurasa dia memang memilih untuk berbahagia saja, regardless any background that may appear behind him. Dunno.


Satu lagi kebiasaanku: mengamati dan membaca graffiti dan lukisan yang ada di tembok-tembok, juga truk yang melintas. Ini juga termasuk ekspresi kegundahan masyarakat, yang seringnya terlalu jujur. Kapan-kapan aku ingin membikin kumpulan catatannya. Hmm...



Semoga aku semakin banyak melihat wajah-wajah bahagia di kota ini.
Aamiiin..

Mau Malak Malah Dipalak

Hari itu aku berencana pergi mengunjungi salah satu boss (hahaha) di daerah senayan sana. Untuk apa lagi kalau bukan untuk memalak traktiran. Sigh =D

Berangkat dari bilangan Kalibata sekitar jam 8 malam, temanku menyarankanku naik Kopaja yang lewat jalur Gatsu, dari pada kena macet kalau lewat jalur kopaja 57. Yups. Baru beberapa menit duduk di Kopaja, dua pengamen masuk lah. Dan menyanyi lagu yang aku tidak kenal. Usai genjreng-genjreng, mulailah dia berbla-bla-bla, dan menodongkan plastik ke muka tiap penumpang. Lama sekali dia menodongkannya. Uhh.. Pemalakan terselubung?!? Entahlah. Ada sebersit enggan tapi aku sudah menyiapkan segepok uang (*huahhahahaha, boong deng, sebutir doang*) mengingat ini hari Jum'at dan aku memang sudah berniat ingin memberi. Bereslah urusan yang ini.


Beberapa saat kemudian, naiklah lagi dua orang. Salah satu menunggu di belakang, dan yang lainnya berdiri di depan. Dia berblabliblu, dan bilang hal yang intinya dia mau menyanyi dengan suaranya yang pas-pasan. Tapi bukan suara nyanyian yang keluar, malah dia langsung keliling menodongkan topi sambil mengumumkan:

"Ayo.. jangan sampai karena uang seribu dua ribu tas Anda, HP Anda hilang.."


What the.....?!?!
Dia mengulang kata-kata itu sambil terus menodongkan topi ke muka orang-orang. Aku rasakan orang-orang lebih sigap dan cepat mengisi topi itu, dibanding kejadian pertama. Mbak cantik sebelahku yang pada saat kejadian pertama tidak mau memberi berbisik padaku, "Sudah.. kasih aja.. kasih aja...". Aku bisa merasakan urgensi dalam nada bicaranya, menyembunyikan rasa takut yang tidak begitu nyata. Aku tidak membawa terlalu banyak uang kecil (*hmm, semua uang saya berukuran sebesar pintu atau seluas gorden*). Jadi aku harus menggali-gali di halaman belakang rumah dulu (*geurrrrhhh*) sampai akhirnya aku dapat potongan emas yang bisa aku serahkan pada duo pemalak maut ini (emas apaan? duit logam gopekan?). Hmm.. Mungkin ini bukan pertama kalinya aku dipalak di angkutan umum. Tapi seingatku ini yang pertama kali saat aku pergi sendirian di Jekardah, malam hari pulak...


Aku beruntung kena palak ini. Karena aku jadi diingatkan lagi soal kode etik bepergian bagi seorang muslimah. Tentang urgensi punya body guard bla bla bla.. (*lho..? mulai ngawur tho ngomongnya...!*). Memang, the never sleep city ini membawa ancaman lain bagi tukang maen seperti saya. Yang jelas, dan yang penting, walaupun kena palak, toh proyek malakin boss-biss saya berhasil dengan sangat sukses =D hahaha.. menggendut beberapa gram gak apa-apa lah.. =D



Terima kasih untuk biss dan boss yang sudah mentraktir saya...

Rumah Sakit Mol

Kaki shopaholic kami melarikan kami ke mol di daerah Senayan (padahal mah cuma mau window shopping bari berburu drunken series-nya Mang Pidi Baiq tea..). Pintu masuknya mengingatkan kami pada sistem pemeriksaan di bandara. Mol itu sendiri tidak punya terlalu banyak keunikan, walaupun memang secara struktur bangunan dan desain interior terbilang megah; seperti jamaknya mol di kota metro ini.


Yang aneh, menurut kami, adalah mol ini membuat kami merasa seperti sedang di rumah sakit! Apa pasal? Di sini banyak sekali "suster" berbaju putih-putih atau dengan kombinasi hijau atau pink pastel (tidak termasuk suster ngesot pastinya!). Mereka juga mendorong-dorong "kursi" beroda. Memakai masker penutup mulut juga. Betul. Kami sama herannya, tapi nggak sampai melongo dan ngiler kayak kamu (hush.. fitnah!). Siapa mereka? Kenapa di mari?


Rupanya mereka adalah makhluk-makhluk yang khusus disewa oleh dewa-dewa untuk menggendong-gendong, memberi susu formula, dan mengganti popok anak-anak mereka saat mereka sibuk berbelanja. hmm. Bukan ya?


Foto menyusul insyaAlloh, ntar saya dikira HOAX lagi =D tapi nagihnya ke orang ini ya...

Thursday, December 01, 2011

Special Day

Ini adalah hari yang sangat istimewa karena Desember hari ke-dua jatuh bersama hari Jum'at. Yuhuuu.. Dua-duanya hal yang sangat saya suka.. Hal ini baru akan terjadi lagi kira-kira, umm... kapan ya? *Celingak celinguk nyari astronom etc, dll, dkk, dsb* hahaha.. tau deh.. Yang penting saya nikmati yang hari ini aja =D dengan "yasinan" bersama ibu-ibu pejabat.. Haha.. Yo.. Have a great day, minnasan.. Alhamdulillah.. Shiawase ni natta =)

Wednesday, November 30, 2011

Nyolong#2

Father of The Bride Part 2:

George: Well, I am sorry I was such a prick..
Nina : Well, that's okay.. I am used to it..


Haha.. Yeah.. Time gets you somewhere...

Nyolong #1

Father of The Bride Part 2:
"First you steal my daughter and now you make me a grand father?"

Haha... What a humor..

The Death Penalty: A New Conscience (*at least for me*)

Right now I am watching The Life of David Gale on one of TV cable channel, a film about a man who's about to be executed. Well, the movie is still on, so I don't even know whether he's guilty or being framed, but he always claims that he's innocent. He depends his life to a reporter lady who is still digging for the truth. Well, for the sake of my writing target speed (?), I've just googling it and here's what I've found. Voila..

The movie went flash back and forth, but I think one of the point is, whether capital punishment is humane or it is nothing but legal murder? There are a lot of pros and cons on this matter. In US it is about 60% pros and the rest is against it. Well, anyway, I end up watching the movie and abandoned this note, haha. The film is a very ironic and tragic story, I think. . . This film remind me one of John Grisham's novel: The Chamber. The novel tells the story of a long missing grand son who strive to save his grand father from a gas chamber. Very sentimental. But it is interesting to put ourselves on another new point of view: it is easier to us to pros when there's no one of your own blood and bones there awaiting to be executed, in whatever methods. And it is never a pleasant task to do for the executor, anyway.

Eye for eye, teeth for teeth. That's the reasoning of the pros. The victims or the victims family have the right for retaliation. It is a good way to control the level of crime. Islamic law shows that. And I believe in it's greatness of it's values: it's good here, and here after. But then, there's this special rule, that turns good into great: forgiveness. Of course, it applies on special cases, which is a long course material to write here, as I am just too lazy to read and learn it right now :D *bleeeh* Please dig for more of Islamic laws on capital punishment. I got this link here, that I haven't review yet, but I hope it is "something".


There are people who said that there's no truth, only perception, perspective... but I think it's not the truth that we are challenged to get. It's about our best effort and approach to get the truth; which is, in my opinion, it is on Islamic rule. It is not about playing God, rather it is about playing on God's rule. And it is a big deal because:


.. flawed system will kill innocent people..




The conclusion is.. the death penalty is not for the dead one. It's never about the victim. It's about the living people who left behind: so the families can go on, so there're no more people who will do the same thing ever again and hurt others, so there would be a better world.. If the objective can be achieved without shedding any blood, then it is better. Please correct me if I am wrong.



#Oh yeah, don't get me wrong.
I wrote this in English not because of my capability nor my hobby, but for my sickness.
I am sick of this English autocorrect option :'( still can't find the setting.. whaaa... gaptek...
By the way, I used google transtool to help me out sometimes.. and it works great :'(
Ouch.. hate it.. when machine outmatch human..
But it seems the machine works better when translating Indonesia to English than the vice versa.

Tuesday, November 29, 2011

Casting

aku sudah dapatkan semua pemeran, atau setidaknya, yang kureka-reka akan sanggup memerankan..
sebutlah: matahari, angin, awan, bahkan lautan! semua sudah kupunya...
tapi berhadapan denganmu.. (*aih.. bukan berarti aku bicara soal wajahmu.. tak sanggup lah aku.. bagiku, di mana dan ke mana pun engkau dan aku memandang, selama kau masuk dalam radarku, itulah 'hadap' bagiku...*)
ya, berhadapan denganmu membuatku kehilangan semua patokan dan nilai
siapa kamu di antara jajaran 'bintang' yang tadi kusebut...?
ini bukan soal popularitas, kawan!
bukan pula perkara cerlangnya gravitasimu..

tapi sungguh, hadirmu memporak-porandakan status sutradaraku...
harus casting ulang?
aku tetap tak tahu di mana bumi pijakmu layaknya..
ataukah, ahh.. engkau kah bumi itu?


back to mode: my diariez tak jelas tak penting tak usah dibaca

The Wind In, The Wind Out

Dulu logika saya menolak mentah-mentah adanya secuil kemungkinan bahwa anak manusia bisa masuk angin di negeri yang panasnya seganas Jekardah. Impossible banget, dah!

Tapi nyatanya, dua kali sambang terakhir ke mari, dua kali pula saya kena angin masuk! Doh!
Nggak elit banget.. Sakitnya memusingkan kepala, tapi nggak ada yang jenguk! *hahahaha*
Kalo yang mijitin dan bikinin minum panas sih ada =D *grin grin grin*

Hal ini terjadi akibat pilihan makan buah simalakama: memakai kipas angin, atau basah kena keringat. Dan yang biasanya terjadi adalah dua-duanya! Maka lahirlah masuk angin akibat pergaulan bebas kedua keadaan tadi. Terima saja (*jdugh*). Tawaran lainnya adalah: pake ase dong bo! Gimandang sih yey! *haatching, pose benchis*

Ya, kota ini menyadarkan saya betapa ajaibnya penemuan AC dan kulkas. Bagaimana cara kerjanya, dan lain sebagainya, silakan dikulik di sini. Thermodinamika adalah keruwetan sederhana dalam kotak pandora fisika yang lebih baik tidak saya buka (alasaaaaan.. bilang aja gak ngerti, hahahah :D). Saya hanya akan menyinggung tentang sisi lain dari keajaiban ini: selalu ada sejumlah kalor yang dibuang ke lingkungan, setiap kali kita mendinginkan suatu ruangan tertutup. Seperti halnya yang dinyatakan oleh hukum thermodinamika ke 2, entropi sistem selalu bertambah! Maka jangan heran kalau kian hari, temperatur lingkungan juga kian meningkat, seiring pertumbuhan jumlah pendingin yang digunakan. Urban warming inilah yang mungkin sering dicampur adukkan sebagai global warming. Hmm, jadi ingat novel The State of Fear-nya mendiang Pak Crichton, nggak sih? (Yang belum baca push up 100x lalu kipasin saya 1000x! Mayan, biar hemat listrik, haha!)


Dalam bahasa katak bisa dikatakan: jika kita menabur AC, kita akan menuai panas (???). Jadi mari kita menabur angin, paling-paling menuai masuk (???). Tapi hidup adalah pilihan. Tidak semua pilihan menyenangkan. Tapi semua pilihan punya konsekuensi (berasa lagi denger danlap OSPEK jurusan awak orasi). The wind in, the wind out. The heat in, the heat out. Kicauan saya cukup sampai di sini.


#Mohon dikoreksi oleh para empu HVAC dan lain sebagainya yang pasti lebih paham dari katakecil abal-abal ini :D Thanks before...

Monday, November 28, 2011

Andai Lagi... #Apel1

Sang teman mengeluh karena dia ingin membawa lepi dalam perjalanan dinasnya, tapi volume dan berat lepi dia rasa terlalu over akting untuk sekedar dua-tiga hari.

hmm..

Coba ya?
Coba bayangkan, andai lepi itu bagian layarnya bisa dicopot. Kayak modul gitu deh, yang terdiri atas tablet dan PC+keyboard. Jadi kalo mau pergi-pergi, tinggal bawa tabletnya aja.. :D heu..

Ada yang bisa memesankan ke apel?!?!

Esoknya Ranting

Bahkan nasib sebatang ranting pun, kita tidak akan pernah tahu..

Beri dia kesempatan mendewasa dan berdamai dengan hidup,
mungkin dia akan menjadi sebongkah batu yang membara..

Beri dia waktu dan ketabahan para pengampu kesulitan,
maka mungkin engkau temukan dia sebagai intan..

Atau renggut dia sekarang dari akarnya,
dia melayu lalu menyubur bersama bumi...


The Point is...

Sebenarnya, posting panjang saya di bawah ini, dan mungkin menyusul posting-posting lain saya dengan label yang sama, intinya cuma mau bilang: Jekardah itu enjoyable kok..

Mungkin memang kota ini akan menyerap energi hidup para penghuninya, tapi, jika kita mengizinkan, dia pun bisa mengisi bagian-bagian yang kosong dari hati kita..





#Sembari kesel dengan opsi koreksi bahasa otomatis ini, yang justru bikin kacau.. Harus cari-cari tahu settingannya nih..

Sunday, November 27, 2011

Bergolak Belum Tentu Mendidih

Ini adalah tulisan yang saya bikin ketika marah, tapi tidak lantas sambil marah-marah. Marah karena tadinya tulisan sudah jadi sepertiga jalan, eh koneksi error dan belum tersimpan.. Sungguh ter-la-lu.. Ingin rasanya menjitak F* yang payah, tapi apa guna, toh pasti kejadian ini ada hikmahnya. Jadi saya pindah lapak, saya akan melanjutkan nyinyir saya di sini. Nyinyir geje tentang hal yang sebenarnya tidak benar-benar saya pahami. Toh memang tidak pernah ada manusia yang benar-benar paham akan hakikat sesuatu tho? *pembenaran*



Yang Tidak (Benar-Benar) Dicintai, Tapi Dibutuhkan

Ini adalah gosip tentang sebuah kota, pesisir yang selalu hangat oleh matahari, yang punya embel-embel "Daerah Khusus". Dulu waktu SD, saya pikir dua perangkat kata itu tak lebih dari kata yang menerangkan sebuah zona tertentu. Tapi kini, setelah beberapa kali amprokan (hedeeuh) dengan kota ini, saya makin menyadari bahwa frasa itu lebih banyak menggambarkan karakternya yang sebenarnya. Memasuki zona ini, kita akan menemukan aura khusus. Memang benar setiap kota memiliki aura tersendiri, tapi aura kota ini benar-benar berbeda. Simak saja yang ditangkap oleh Benny dan Mice dalam buku-buku mereka, karena akan terlalu panjang jika saya uraikan di sini.

Sungguh hidup (karena mana ada yang mau sungguh-sungguh mati?) saya sudah mencoba berbagai macam jurus untuk berkelit dari kota ini. Tempat impian saya adalah sebuah desa yang tenang dan asri, lengkap dengan angin dan sungai, bukit dan ternak yang berlarian, tapi tetap punya koneksi internet yang handal (sigh). Tapi Sang Maha Tinggi menginginkan saya berkenalan dengannya, sungguh pun saya belum bisa menerima kota ini. Tunggu dulu, saya menerima? Bukankah kota itu yang seharusnya menerima saya, dan saya diterima?!? Ah, hukum aksi-reaksi fisika itu kan relatif, jadi ya.. anggap saja sudut pandang saya ini benar. Lagi pula saya ke sini pun hanya dalam rangka bertandang, incip-incip doang.. heu.. (apa hubungannya dengan kalimat sebelumnya? Gak nyambung!)

Jekardah yang lengkap dengan kepanasannya. Keangkuhannya. Kealienannya. Kekacauannya. Dan ke-semua-mua-annya. Absurd. Begitu kita memasukinya, dia akan menginduksikan sebuah perasaan baru kepada kita: CU-RI-GA. Kapanpun, di manapun, cu-ri-ga lah (bukan mencuri galah tetangga lho!). Dan itu sangat melelahkan (kecuali mungkin bagi sebagian orang yang memang hobi dan dibayar untuk itu, misalnya saja.. ya nggak usah disebut lah).

Jekardah juga merupakan rumah bagi banyak mimpi dan nestapa. Di kota ini nasib orang bisa sangat jungkir balik, dalam waktu yang tidak harus lama. Mungkin itulah yang dibutuhkan oleh sebagian orang yang memutuskan untuk hijrah ke sana. Walaupun saya tidak tahu, apakah para perantau itu (mungkin pada akhirnya saya pun jadi bagian dari mereka?!) akan pernah (benar-benar) mencintai kota itu.

Tapi benarkah cuma itu?

Tulisan ini adalah hasil kegejean saya selama di sana. Jadi ya, geje-geje saja (lho?).




Runtuhnya Teori Chaos

Salah satu bumbu paling khas dari Jekardah adalah: lalu lintasnya yang impossible!

Sebagai eks anak pramuka yang taat aturan dan suka jajan (lho?), pernah suatu kali saya sengaja tidak turun angkot di tempat seharusnya saya turun. Saya mencari jembatan layang dulu biar menyeberangnya enak (pakai bawa-bawa pramuka padahal aslinya bilang aja: takut nyebrang!). Tapi alangkah galaunya, sampai bermil-mil, tak tampak jua adanya struktur baja itu. Ah! Untunglah angkotnya berbelok, sehingga saya tidak perlu menyeberang! Alhamdulillah. (Kamu pikir itu berapa kilometer dari sasaran semula, katakecil! Dudul!).

Lain hari, saya harus naik kopaja di jam sibuk untuk ke tempat teman saya. Teman saya sudah mewanti-wanti, jangan naik kalo nggak dapat tempat duduk, soalnya perjalanannya bakal sangat jauuuuuuh sekali.. mendaki bukit dan menuruni lembah (lebay!). Padahal itu jam orang-orang pulang kantor. Maka berdirilah saya di pinggir jalan sambil bawa kecrekan, lumayan buat ongkos (hush!). Maksud saya, saya harus merelakan beberapa kopaja lewat tanpa campur tangan saya (untuk menyetopnya maksudnya! Aih masak gitu aja gak ngerti? Tuh kan kumat lagi marah-marahnya...). Ya, tepat saat itulah daya permenungan saya diuji (cuih cuih cuihhhh...!).

Terus terang, untuk naik bus kota di Bandung saja, saya suka suteres, apalagi turun dari bus kota! Apalagi ini naik turun kopaja! Bayangkan sodara-sodara: kopaja itu nggak segede bus kota, tapi badannya lebih bobrok dari opeletnya babenya Si Doel, tapi ngebutnya lebih kenceng dari Ferrari, tapi penumpangnya lebih padet daripada kue lepet! Yaaa mungkin nggak semua sih. Tapi semua kopaja yang pernah saya naiki sih seperti itu (nah lhoo!).

Saat malam kian merambat, padahal nggak ada ceritanya jam segitu lalu lintas tiba-tiba senyap, saya terpaksa membuat pilihan: saya harus naik bin berangkat secepatnya! Akhirnya, setelah bermunajat dan membaca segala macam yang bisa dibaca (resep dokter aja yang ketinggalan, soalnya tulisannya cakar dokter), ternyata masih serem juga =D Wekekeke.. (sangat tidak heroik!). Saya hanya bisa memandangi semua kendaraan yang campur aduk kayak cendol itu. Termasuk sepeda motor yang salto dan akrobat dengan sangat ulungnya. Berlapis-lapis pula. Tak mungkin kopaja-kopaja itu mendarat dengan tenang di depan saya, lalu menggelar karpet merah, dengan dayang dan pangeran siap mempersilakan saya masuk (Stop! Back to reality!). Tidak Bissha! (dengan gaya khas sule). Namun, tiba-tiba: teplak! Ada UFO menghantam kepala saya. Eh, bukan UFO dink. Cuma sebutir ide berukuran nano.

Hmm, rupanya begitu...

Ini tak lain dan tak bukan hanyalah versi lain dari kondisi chaos. Karena saya anak fisika abal-abal, pengetahuan saya soal teori chaos ini pastinya sungguh abal-abal juga. Intinya: lautan kendaraan yang kacau galau ini pada dasarnya adalah kumpulan dari para supir yang sebenarnya pengen nyetir lurus dan stabil, namun apa daya masing-masing supir punya sedikit gangguan kejiwaan: pengen lebih dulu nyampe garis finish, soalnya ditunggu istri/anak/suami/kamar mandi mereka di rumah. Dan sedikit gangguan kejiwaan itu, ditunggangi oleh kurangnya jumlah polisi (soalnya, kalo setiap sopir didampingi satu polisi sejati di sebelahnya, pasti jadi sopir taat aturan dah), terjadilah semua kekacauan di atas. Simple tho?

Tugas saya berikutnya, adalah mencari "tali-tali tak terlihat" (versi lain invisible hands) yang mengendalikan semua itu. Semua keteraturan berdiri di atas sebuah aturan (karangan orang ngantuk, jadi mengalah lah dan percaya saja. Tapi Harun Yahya juga bilang begitu kok). Aturan ini harus lebih kuat dan mengikat dari aturan yang mengatur unit-unit kendaraan tadi. Jadi tali tak terlihat itu adalah 'aturan-aturan' yang mengendalikan para sopir! Halah, siapa pula yang menaruh chip di kepala para sopir tadi, menciptakan kawanan dengan sejenis kecerdasan tertentu (amboi, pusingnya.. bawa-bawa Swarm Intelligence..)?

Daripada saya pingsan di tempat karena terpaksa berpikir, akhirnya saya menyimpulkan dengan radikal: YA! GOD behind all these! Dia-lah yang mengendalikan! Dengan melakukan tinjauan terbalik, se-chaos apa pun kondisinya, kondisi stokastik jika diuraikan dengan 'benar' akan menjadi deterministik. So, I determine myself, setelah nyanyi InshaAllah-nya Bang Maher (yang itu lho.. bagian lirik: guide my step.. and don't let me go ashtray.. You're the one who can show me the way... haha untung gak ada pencari bakat di sekitar sana, bisa ditangkap aku, dijadikan pengusir hama codot, huek..), aku pun menyerahkan semuanya kepada Sang Pengatur. And trully, everything became easy and clear! Hahaha.. It's magical how changing your mindset will change everything. Alhamdulillah...


Dan sekarang aku tahu, yang bergolak itu belum tentu mendidih.

Saturday, September 10, 2011

Engkau adalah Kekasih di Balik Kelambu

Tak pernah mata maupun mata hati ini melirikMu
Apalagi mata kaki!
Tapi kuyakin, MataMu tak pernah lepas mengintaiku


Sesat yang berani mengimajikan DiriMu
Maka aku berjalan menujuMu diam-diam,
seperti pejalan Sahara mempercayakan nasibnya
pada kompas cahaya dari ratusan tahun silam:
Cukuplah aku yakini yang aku temui,
karena akan aku temui yang aku yakini...


Engkau adalah Kekasih di balik kelambu
Kau pilih sendiri kekasihMu:
He, kamu yang berani mengaku-aku mencintaKu...
Tahu Aku mana gombalmu mana sejatimu
Tapi kamu tergagap terjungkal mencariKu
Tidakkah kamu tahu itu cinta juga?
Tapi hanya Aku yang tahu Cinta...


Engkau adalah Kekasih di balik kelambu

Hello World, am I Back or What?

Sudah lebih dari 1500 entry. Tapi tidak banyak sumbangan dari tahun ini.
Hampir setengah tahun dianggurin, kamu masih hidupkah, katakecil?
Yah, rekor! Ini adalah rekor terpanjang saya menganggurkan petto saya.
Baik yang on line maupun off line.
What a shame!


Tapi beginilah hidup seseorang cebong-to-katak-gonnabe.

=)

*hahaha... justifikasi...*

I am just wondering: will I ever be 'me' again?
And I know the answer. And You know the answer.
No.
I won't ever be me again. Life is a river, and it's always changing.
So it's okay not to be the 'me' me who always update this petto in regular-addicted basis.
Work out the quality a bit, babe! It IS an on line diary, so what? But keep in your mind, it is your milestone, too!

We'll see how would it be, the 'katakecil' me
=)Siapa tau jadi keranjingan lagi =D
Ganbaruyo.

Tuesday, April 19, 2011

Kehilangan

Aku kehilangan tiga hal ini sejak tak lagi bersamanya.
Yang memaksaku bangun tiap pagi lalu mencekokiku air putih.
Yang menyeretku ke Sabuga tiap akhir pekan (*ah, kangen bubur ayam Mang Oyo setelahnya*.
Yang membereskan kamaaarrr.. argh.. :P
Yeah, semoga engkau lebih berbahagia ‘di luar’ sana heuheu..

KApOK dan PApER

Percakapan dua orang gelo.

Tidak seluruh bagian dari tulisan ini merupakan kejadian fiksi.

KApOK = KAtak pada Orang Kantoran (*padahal pejabat*)

PApER = Pejabat Aneh pada Eks beRudu (*hahaha maksa*)

Malam sudah merambat menuju puncaknya ketika HP berkedip-kedip.

PApER = Good night.. Jaljayo..

KApOK = Apa itu jaljayo? Good night..

PApER = Have a good sleep. Jaljayo :) Hihihi ikut-ikut Kyu si accident expert

KApOK = Nasib Kyu gimana? Masih hidup ngga? Mobil-mobil itu suka banget ya sama dia.

PApER = Masih sepertinya. Weekend aku nggak net-an. Ntar jadi set-an... Ntar aku lihat Senin dia masih hidup apa nggak.. Iya, Mak-nya nonton Fast and Furious waktu hamil dia..

KApOK = ..... (*sepiceles.. eh salah ketikeles... bari ngakak sendiri*) Ah aku tulis ah di blog ah.. (*sebelumnya ada ide KApOK yang ‘dibajak’ PApER, dibahas di SMS sama PApER sebelum KApOK sempat cuap-cuapin di blog. Betetetetete. Jadi batal ditulis dah.*)

PApER = Zenbu? Tulis sumbernya ya. Kyudleoaz.

KApOK = Apa? Kyu Udel Laos?

PApER = Terserahlah. Kalau tidur pake (Kaos kaki? Selimut?) ya is. Nanti masu KangIn.

KApOK = Hahaha...

PApER = Jaljayo..

KApOK = Chal chaiyya chaiyya chaiyya... (*kena virus B. Norman.. Heks*)

PApER = *zzZZzzZz.....*

KApOK = *lanjut begadang bersama Im@*

Hehehe, inti dari tulisan super nggak penting ini adalah:

Peringatan! Jangan meng-SMS KApOK selamat tidur or whatever itu, karena akibatnya tidur Anda bisa terganggu. Silakan dikira-kira, berapa menit tuh habis buat SMS-an :D Kalo langsung tidur mah udah sampe Sumedang kali. Hehehe..

Tuesday, February 22, 2011

Jebakan Microblogging

Kemarin, ketika saya sambang ke 'negeri sauna' temanku ini, tiba-tiba dia menyeletukkan sebuah kalimat yang membuat saya terhenyak.
"Is, berhentilah posting di FB.. Nanti kamu terjebak mikroblogging..."
Memang sudah berapa lama ini ide saya selalu mati muda dengan cara dipublish serta merta di FB, padahal saat itu ide masih berupa kilatan prematur yang belum dieksplorasi. Sangat sayang kadang. Walau idenya juga yaaa kitu kitu we.. :D

Ide sering kali bertingkah jinak-jinak merpati. Maka jangan sia-siakan setiap kesempatan saat dia nampak jinak, langsung tembak! Halah..
Ide seringnya bertingkah seperti sebuah balon. Dia baru bisa meledak setelah tekanannya cukup dan dengan perlakuan khusus. Kalau tekanan belum cukup lalu kita nekat menojosnya dengan jarum, bukan sebuah ledakan yang dihasilkan. Dia akan mengempis begitu saja. Hm, otak kita akan kempis tapi tak ada impact yang dihasilkannya.

Yup.. Makanya saya ingin mulai menghargai dan memperlakukan ide saya dengan baik. Setidaknya sekarang saya sedang mentahbiskan diri menjadi katakecil (*lho.. kok k nya kurang satu? belum rela melepas panggilan 'bong' ya? :D*). Betul, salah dua pembentukan jati diri katakecil itu adalah dengan menumbuhkan rasa tanggung jawab untuk menghidupi Petto ini dan tidak lagi merendam cucian lebih dari satu malam! Haha.. Ayo openi petto lagi, Takkun :D (*Yeah, baru nemu niknem baru pengganti Bong.. yiha..*)

Thursday, February 10, 2011

--

takdir akan mengejarku
tapi selama dia belum menangkapku
dan melemparku ke jalan yang DIA sukai
aku masih punya pilihan
untuk terus berlari...

Wednesday, February 09, 2011

Walah..

Far, beberapa hari lalu engkau dan aku berbincang tentang ini, tau-tau hari ini aku temukan sudah di-publish lagi ;p


Hidup ini, Sang Sutradara memang tak pernah tidur ya Jeng.. :D
untuk setiap 'gempa' itu, semoga kita bangkit dan makin makin makin baik...

Saturday, January 29, 2011

HnH

TS: You know that I have a special feeling towards you right?

AH: You love me right?

TS: I really love you..

AH: *huhuy*

TS: Even I have that special feeling I cannot say this miso-soup taste good. IT tastes like vomit!

AH: No way..

TS: How do you make this kind of taste? It is one of the world's 7 wonders. It is true.

AH: This is weird. How come? Why?

TS: Why didn't you taste it while you cook? My precious anchovies went through this tragedy. DO you know how they felt?

AH: *Sigh*

TS: You should put 30 thousand YEN in the piggy bank!

AH: I can't make a good miso-soup even when I give my best. The god is playing with me.

TS: This girl is blaming the god for her mistake.

AH: I am being punished for looking down on housewives. I think I can't become a housewife. Work.. I want to keep my job.. I don't know what I can do and what I want to do in the future but I want to test my ability by moving a step higher. I.. I want to keep my job. This is.. my final decision. Sorry that I can't become the "Viva housewife"..

TS: I expected this from the beginning. I am sure all the housewives in Japan expected this.

AH: But why did you give me the "Viva Housewife"..?

TS: Sometimes it is good to stop and give it a try. That was good enough. I could feel the warmth through your hard work.

AH: Bucyou….!

TS: Thank you for the meal. Thank you for the miso-soup that taste like vomit.

AH: *huhuy*

TS: You can be happy later on. Get rid of the miso-soup that taste like vomit first!

Hahaha, penggalan dialog dari dorama ini cukup menggelitik. Sejak season pertamanya, HnH memang telah memesona perhatian saya (*Tch, saya tulis memesona juga, walaupun hati saya tak rela. Mempesona, harusnya mempesona!!! Wahai para penulis aturan EYD, ikutilah saya.. hiks*). Somehow, in one or other way, I can put myself in Hotaru’s shoes. Yep. I am a himono-onna on my own way. Aho-miya of my own. I could really understand how’s Hotaru’s feeling. Hm. Ada suatu masa dalam hidup saya dimana saya menganggap full-housewife is, somehow, not satisfactory. Maybe in extreme way it could be said that I looked down on housewives. But as the time goes by, I face many conditions and stories those prove me that being housewife is definitely not a joke.

Ada masa dimana saya bertanya-tanya dan berburuk sangka pada ibu-ibu yang mengantri membeli masakan jadi di kantin tempat saya biasa membeli makanan. Bukan satu dua orang saja. Tapi banyak. Terus terang ini bukan kebiasaan di daerah asal saya. Apa saja yang mereka lakukan saat suami mereka bekerja, sehingga bahkan untuk memasak saja tak sempat? Saya bisa memaklumi jika yang dibeli adalah untuk sarapan. Maklum, waktunya mepet. Tapi untuk makan siang, makan malam? Kalau beli juga, duh.. Bagaimana ya rasanya punya istri/ ibu yang ada di rumah 24 jam tapi tak pernah merasakan masakan tangannya? Hmm.. wakaranai na.. Apa yang membuat mereka, ibu-ibu rumah tangga itu, begitu sibuk? Masih terlalu dini untuk menikmati sinetron. Juga terlalu siang untuk arisan. Saya tak tau. Saya tak mengerti.. Tapi akhirnya ada beberapa waktu dimana saya sempat terpapar kehidupan rumah tangga (*kekeke.. sebagai saksi mata saja padahal mah*). But finally, sungguh mati, I could feel the tension. The burden. Dan the-the lainnya. Being housewife is definitely not a joke. Saya tak lagi berani menyimpulkan ibu-ibu tadi malas. Entahlah. Bukan karena saya sendiri nantinya (mungkin, semoga saja tidak) seperti itu. Karena saya akan menggunakan alasan ‘belajar’ dan ‘bekerja’ sebagai justifikasi. Hihihi….

Mothers are...

All the mothers in the world are like the salt over there. Though it’s the start and finish of all foods, they melt their souls and silently play their part.
-Le Grand Chef 2-