Saturday, October 30, 2004

Merepih Kisah

Selasa, 1 Juni 2004

/* Prasasti Sebuah Pencarian dalam Pelarian

Tahu enggak apa yang aku lihat dalam perjalanan pulangku ini? Banyak ! Banyaaaak banget! Bahkan sebelum berangkat aja, udah ‘aneh’. Aku hampir-hampir ketinggalan kereta karena kelamaan ngenet.. .
Lagi-lagi aku duduk bersebelahan dengan seorang ibu muda. Kali ini dengan anaknya yang masih berumur dua tahunan. Lucu banget.
Kereta meninggalkan stasiun Bandung tepet pukul 17.00 WIB (tumben !). Yup ! Itu yang pertama. Langit cerah. Sekelompok awan putih menggumpal, memanjang laksana naga yang membelitkan ekornya ke bukit. Di bagian langit yang lain, awan gelap tak malu-malu membentuk fraksi baru, mengusung warna jingga .. Kelam … Membuat ngilu yang memandang, namun indah..
Kereta bergerak amat perlahan, sampai-sampai aku tidak merasa kalau dia berjalan. Baru setelah jauh meninggalkan stasiun, goncangan mulai membuat badan tak nyaman. Tapi langitnya indah sekali.. Biru terang. Ada seribu layang-layang dimainkan bocah-bocah, menghias keluasan yang seolah tanpa batas. Ladang terhampar. Batang padi yang lembut baru ditanam. Rapi berbaris, seperti prajurit perwira yang siap menuju medan laga. Dan waktu pun berjalan..
Kereta kian memisahkan diri dari padatnya Bandung. Aku terkejut ketika tiba-tiba mataku menumbuk bola kristal yang menggantung di langit tanpa tali. Bulan perak belum bulat sempurna, tapi cukup bulat seperti bola kristal para penyihir. Padahal hari masih terang, tapi bulan itu sudah tak sabar menantang malam. Sedikit demi sedikit, tanpa aku sadari, suasana semakin kelam hingga jurang maupun sungai yang membayang di bawah nampak gelap menakutkan. Tapi keren juga, membentuk siluet lembut. Bunga kemuning yang tadinya nampak mencolok di tebing-tebing bukit kini tak nampak lagi, digantikan butir-butir bintang yang berkelip malu-malu. Aku jadi ingat syair lagunya ‘Air’ … Bintang di langit kerlip engkau di sana, memberikan cahaya di setiap insan. Malam yang dingin kuharap engkau datang membawa kerinduan di sela mimpi-mimpinya.. Oh bintang tolonglah.. terangi langkahku malam ini.. Yup, begitulah. Jendela kereta yang terbuka membuatku tak sabar untuk tidak mengintip para penjaga langit. Aku biarkan tanganku menggapai keluar lewat celah-celah jendela. Angin menghalau kalor dengan cepat, menciptakan kesejukan khas yang telah lama aku rindukan. .
Kenapa aku milih naik kereta daripada naik bus malam yang jelas lebih aman dan nyaman ( di luar pertimbangan harga tiketnya yang hanya 2/3 nya tiket bus) adalah karena kereta lebih sakti daripada bus !! Lihat saja, kalo kereta lewat, semua pada diem, berenti dulu. Rasanya keren juga kalo orang-orang pada pada berenti nungguin kita lewat .. hehe. Sebelnya, kipas anginnya ga dinyalain, udah itu ada yang ngerokok lagi. Bikin kesel.. ga bisa nafas.
Kereta berhenti di stasiun <>. Terdengar gedoran peminta-minta di jendela, juga teriakan para penjual asongan. Aku tak tahu ini tepatnya jam berapa, yang jelas malam sudah larut. Tapi, di luar masih kulihat anak-anak berlarian menyongsong kereta, mengharap sekeping dua keping koin… Sudah semalam ini !! Tiba-tiba aku merasa malu, dengan ketidakbersyukuranku selama ini. Sementara orang-orang yang kurang beruntung itu terus menawarkan dagangannya. Ibu-ibu penjual nasi bungkus, bapak-bapak yang mengusung setumpuk hasil kerajinan tangan, mas-mas yang menjajakan suaranya.. Ehm, tapi ada yang aneh! Oh, aku baru sadar kalau mereka hanya berani berteriak-teriak dari luar jendela dan sambungan kereta, tanpa bisa masuk atau berkeliaran ke dalam gerbong. Kenapa ya? Di satu sisi aku senang, suasana jadi lebih aman, tidak terganggu pedagang-pedagang yang suka seenaknya menawarkan dan menaruh dagangannya. Tapi di sisi lain, aku tidak tega melihatnya.. Pendapatan mereka yang sejak awal sudah kecil pasti akan lebih berkurang lagi, karena transaksi hanya dilakukan lewat jendela.. Ah, entah apa yang memberi mereka kekuatan untuk tetap melawan arus hidup ini. Apa yang memberi mereka harapan untuk terus dan terus berteriak.. melawan kebosanan mereka sendiri .. Energi mereka yang … subhanallah… seolah tanpa batas..sedang aku yang lebih beruntung dari mereka lebih sering mengeluh ..
Aku jadi ingat kejadian di kampusku. Mulai hari ini, 1 Juni 2004 pada pedagang kaki lima dilarang berjualan di kampus maupun area sekitar kampus, dengan alasan ketertiban, keindahan, bla bla bla.. Tadi saat aku berangkat, ada aksi di depan rektorat untuk menentang kebijakan ini.
Suara beban kereta yang beradu dengan rel membentuk keriuhan khas yang timbul tenggelam. Susah payah aku berusaha menggoreskan pensilku untuk menuliskan setiap yang aku lihat, mengikuti badan yang sebentar-sebentar oleng ke kanan dan ke kiri, terbawa guncangan kereta.
Aku teringat wajah gadis cilik di stasiun tadi, ia menengadahkan tangan mungilnya. Aku yakin, dia tidak sendiri. Mungkin ada belasan, atau malah puluhan anak-anak sebayanya yang juga tengah merampok keluguannya. Menukarnya dengan recehan. Atau gedoran kesal di jendela, plus umpat maki. sinar lampu kuning berkelebatan menerangi catatan ini, memendarkan warna kekuningan. Barisan mobil dan kendaraan lainnya tampak memanjang, terlihat dari lampunya yang membnetuk barisan panjang. Bapak setengah umur dan istrinya (kurasa) yang duduk di bangku depanku nampak sibuk membenahi selimutnya. Derap kereta terdengar lebih lembut, tanpa goncangan (nyaris!). Bocah cilik yang duduk di sebelahku sibuk dengan saputangannya, entah miliknya sendiri atau punya ibunya. Tadinya ia membaca bukunya Enid Blyton yang aku pinjamkan. Tapi ia nampak bosan, lalu dikembalikannya. Ia juga menolak saat aku tawari Donal Bebek. Buku Berkawan Matahari yang sejak tadi hanya kupegang-pegang saja, tanpa bisa kubaca akhirnya aku masukkan juga dalam tas. Malas. Ah.. tiba-tiba aku tergerak untuk meneruskan catatan ini. Maka jadilah..! Awalnya aku tergelitik untuk membandingkan fenomena-fenomena di atas. Ada nggak ya pedagang kayak gitu di Jepang? Kereta lagi-lagi berhenti. Wah.. kali ini pedagang-pedagang itu bisa masuk dengan leluasa. Sementara jendela pun tak luput dari gedoran-gedoran. Memaksa dan menakutkan..
Aku melihat energi hidup yang sebenarnya. Lagi-lagi aku merasa malu dengan segala kepengecutanku, kemalasanku, dan… ku. Aku berdiri. Kulihat keragaman penghuni gerbong ini. Pedagang asongan berkeliaran, mengais rezekinya. Tak bosan-bosannya menawarkan koran, air, hiasan .. ah entah apalagi. Layaknya pasar berjalan saja. Irama khas stasiun kembali berdentang menandakan kereta akan kembali diberangkatkan. Mereka menawarkan dagangannya untuk terakhirkalinya. Ah.. seperti gelombang yang datang dan pergi saja mereka itu.
Hawa tidak terasa dingin, tidak gerah juga, hanya sesak oleh asap rokok. Aku benci sekali. Dari kursi ke dua di depanku tampak asap mengepul, seperti isyarat suku indian saja. Menyebalkan. Tak peduli ada anak kecil yang mau tak mau harus menyimpan karsinogen dalam paru-parunya yang masih bersih. Dua orang petugas berkeliling mengambil uang sewa bantal dan selimut. Ehm, kalo di bus sih gratis (hehe.. nggak gratis juga sih, udah termasuk biaya). Tapi, kalo di bus ga bisa lihat tukang jual kacang, de el el. Kalau aku amati, minuman botol yang dijual pedagang asongan itu sekitar Rp 2.000,- Bandingkan dengan air minum yang aku beli di minimarket yang harganya Rp.1100,-an. Mereka toh nggak bakalan kaya dengan mengambil untung 80% itu.

Rabu, 2 Juni 2004

Yup! Matahari yang bulat kemerahan menambah indah suasana pagi yang berkabut. Tanpa kusadari, ketika aku menatap ke langit lagi, matahari sudah sangat garang. Kereta melambat, dan…
“ Ha..?? Gubeenggg?? “ . Aku pun terkejut. Harusnya aku turun di stasiun Wonokromo. Nggak tahu apa akunya yang ketiduran, atau keretanya yang tak berhenti di sana, yang jelas kereta dah nyampe Gubeng jam 6.30 WIB (tumben juga, lumayan on time). Yup, aku keluar dari stasiun. Untunglah calo-calo tidak terlalu ‘ganas’ , cukup dengan satu kata tidak mereka sudah menyerah. Biasanya sih..
Bingung aku, nggak tahu what to do. Nggak tahu arah. Dulu sudah pernah ke sini sih, tapi lewat sisi yang satunya lagi. Tapi seperti biasanya kalau aku nyasar, menenangkan diri dulu. Jadi aku menenangkan diri dulu yah..Bye... Hehe.. To be continued, InsyaAlloh

dua es em es

PULKAM SERIES
Ah, senangnya…

(Pfuuuh… Lagi-lagi pulang jauh di atas Isya’. Capek? Sedikit. Gerah? Iya banget. Perasaan-perasaan nggak nyaman coba aku pinggirkan. Pengen aku lempar ke kantong sampah yang dah ndut karena gak dibuang-buang, andai bisa. Kamar jadi tujuan pertama. Fyuh, buang nafas… Blug!!! Aku lempar tasku ke atas dipan. Heh.. kaget aku pas tau-tau ada yang duduk ngebelakangi. Sapa yah? Kan semua lagi sholat tarawih (hikszzzz.. aku ga jamaah!) Hm, ow.. baru aku inget kalo tadi di sini ada acara. Ternyata “sisa-sisa” formaters masih nyempil di sini.

“Udahan Teh acaranya? Ilang semua dong yah datanya… Kan dah di Format !!” Hehe.. Iseng aku nyapa Si Teteh. Dan Teh Tita yang kalem cuma senyum-senyum aja. Udah pada pulang, kata beliau. Yup, dan mataku pun beralih ke si imut perak yang lagi direcharge. Ehm, rupanya dia juga perlu ‘makan’ abis ngelaksanain tugasnya ngejarkom… teuing ah.. berapa orang. Yang jelas daftarnya puanjaang…

“ Abis berapa Teh, ngejarkomnya?”, aku memang gak bisa merelakan kamarku sepi, so sapa pun yang mampir ke kamar asrama paling pojok ini kudu rela dikulik-kulik. “ Eh, iya nih.. Aneh lho, dari tadi nggak berkurang sama-sekali. Malah dapet bonus Rp 750 coba! Kayaknya memang lagi bonus pulsa, apa memang free SMS sesama IM3 ya?” Semangatnya Teh Tita.. Kalo yang gratis-gratisss aja… hehe..

“Ati-ati lho Teh.. sapa tahu cuma diutangin aja.. Besok-besoknya tahu-tahu pulsanya ngurang ..” Aku mencoba membongkar pengalaman yang aku dapat dari cerita teman-teman.
“Iya sih, tapi kayaknya memang cuma gratis sesama IM3 kok”, Jawab beliau sambil ngambil .. apa tuh? Wow.. jeruuuuk !! mau mau mau !! (Dasar aku tukang makan).
“Wah, boleh bagi-bagi pulsa dong nih… ehehehehe.. “ (Yupz.. ujung-ujungnya!)
“Dua aja Teh, yah? Buat temen di Malang? Boleh yakz? Hehe..” dengan pantang menyerah aku membujuk Teh Tita, yang sebenernya tanpa dibujuk pun pasti bakal merelakan Hpnya buat anak manis kayak aku ini (apaan seeh .. karena ngeri ngkali!!)

Yup, dan begitulah. Si imut perak yang lagi direcharge itu pun berpindah tangan. Klak klik tut tut.. lama juga, karena aku gak lincah ngetik di keyboard mini itu. After perjuangan setengah panjang, aku senyum senyum sendiri, ngebayangin temenku bakal kaget nerima SMS tanpa ID ku itu. Aku hanya memberi sedikit clue diujung rentetan kata-kata dan salam Ramadhan itu. Klik, tombol send dah kepencet. Your message status is delivered, si imut bilang. Sebentar kemudian, terdengar bip tanda ada sms masuk. Dan.. si tengil heboh temenku nun jauh di ujung timur Jawa Dwipa ini malah nanya balik, ini sapa?!? Huiks, huiks, huiks… Kezzel.. masak dah dikasih clue sejelas itu masih nggak inget juga? Nggak inget temen baik sendiri.. Pengen ngejitak deh!!! Aku klik reply, pengen aku marahin abis-abisan.. Emangnya temenmu yang Geulis dan nyasar ke Bandung ada berapa biji.. Baru berhasil mencetak dua-tiga aksara, lagi-lagi biiip.. message masuk lagi. ‘Aku tau.. aku tau.. nggak usah direply pertanyaan yang tadi.. pasti si Iis jelek..’ Wuikz… jelek lagi dia bilang!! Hehe.. tapi seneng juga ternyata dia masih keinget sama aku. Aku klik reply, (sayang kalo gak dimanfaatin..dah minta dua pulsa juga..) Nerusin yang tadi, menyublimkan kangen lewat kata. Komennya yang jail, jayuz bikin pengen pulang cepetan.. balik ke masa-masa SMA.. saat kita masih satu sekolahan. And tak lupa pula aku nitip salam buat sobat karib kami yang lain (dulu kami bikin genk!). Belum lama aku send, dah ngantri message balasannya. Satu nanyain kapan aku balik. Baru kemaren dia rasan-rasan sama Heni, teman SMP kami. Dah kuangen puol, katanya. Satunya lagi protes, emangnya dia penyiar radio pake dititip-titipin salam segala.. Hehe, dasar!! Anyway, Pipit.. Pipit.. Dikau masih saja seperti yang dulu.. Heboh, rame.. dan temanku yang baik!! Seneng rasanya merasa nggak pernah kehilangan teman. J Dan senyum kembali mengembang, sendiri, di kamarku yang rada pabaratak. Disusul senyum senyum berikutnya. Kegerahanku yang tadi tak jelas kemana perginya. Aku tatap Teh Tita yang dah lenyap ke negeri mimpi. Pengen bales.. dah nggak bisa.. kan jatahnya only two! Ah, miscall aja ah.. misscall.. Tuut… ‘Silahkan tinggalkan pesan.. Anda terhubung de…’ Waaa… Buru-buru deh aku tutup. Telat! Aduh Teh Tita, ma’apiiiiiiiiiin!!




With thousand of Love,
Phitut, for making me feel so near…

Teh Titaaa… maacih maacih maacih…
Jangan bosan ngasih pulsanya, kapan-kapan lagi kalo Iis homesick yah J

Tuk seorang Boss, kalo sempat baca catatan ini di sela manual kanjinya …
Hehe.. syukur deh nggak cuma satu orang yang manggil aku si jelek =P

Ramadhan hilang separuh,
: Ah, senangnya …Pokoknya!!




Thursday, October 28, 2004

KagaK Ahlinye...

Yup,
Sebenernya aku nggak pede banget nulis di blog ini. But, nggak ada salahnya juga belajar nulis. Biarpun nggak ada garing-garingannya. Biarpun isinya kagak ada yang mutu juga, ya udah tetep waee diisi-isi. Targetku sekarang.. yang penting nambah.. kuantitas dulu, ntarannya lagi baru dipoles kuyalitasnya. HEhe..moga ini bukan sekedar 'upd' alias usaha pembelaan diri ..
Mungkin ngebosenin kali kalo baca blogku ini. Abis emeng nggak ada yang aneh. Kadang aku sendiri aja bosen, hehe.. But, once again... Jangan berenti buat belajar. Biar blom bisa nulis nyang rame, nyang bisa ngisnspirasi orang-orang, biar cuma segitu-gitunya, biar... Biar belajar teruuuuuuusss... Biar kagak ahlinye juga!

Memoar, 21 Agustus

8/21/2004 5:32:01 pm

Bismillah..
Yang hanya karena keagungannya-lah semesta beredar
Dan bintang-bintang berpendar

Tidak ada yang tidak bertasbih ..

Hari ini , tiga puluh lima tahun yang lalu..
Pertama kali masjid Al-Aqsho dibakar yahudi laknatullah ..
Ikon keagungan Islam diruntuhkan perlahan-lahan..
Putra-putra terbaik Palestina satu per satu menjemput kesyahidannya
Tak ada tanah yang tak bersimbah darah...
Tak ada langit yang tak meneteskan air mata..

Batu terlontar
Kepal menantang langit

Derap ini takkan pernah henti..
Hingga futuh negri
Atau kami mati..

---

Hari ini,
Di negeriku, sepotong tanah hijau yang jua tengah meratap
Aku hayati kesedihanmu, Al-Quds..
Aku pun mencintaimu seperti akar merindu tanah yang menyusuinya..
Seperti rajawali pada sarangnya...

Ada yang bergolak di dadaku..
Kemarahan akan kedhoifan..
Kelemahan ini..

Ada yang mengiris sekerat hati
Kesedihan...
Nyeri kami untukmu...

Ada yang membuncah dinadiku..
Kecemburuanku..
Akan kesyahidan garda terdepanmu..


8/22/2004 2:28:31 am

Mungkin hari akan berganti,
Tapi bara ini tak boleh mati
Mungkin aku akan lena pada riuh dunia
Tapi semangat ini selamanya nyala..


Aku ingin lebih dari sekedar mengenangmu,
Al-Aqsho..

Hari ini..
Segenap anak-anakmu yang masih punya hati
Menyatukan langkah dalam satu irama..
Meneriakkan suara jihad ..
Seperti juga putramu di ujung dunia sana..

Al-Aqsho.. Al-Aqsho.. Oh Al-Aqsho..
Lirih kuletupkan do'a
Untukmu
Semoga abadi
Langkah-langkah ini..
Atau engkau kembali..


@@@@@........


21 Agustus 2004
Parisj van Java


Langit yang biasanya garang
Hari ini dia kulihat mendung,
Murung..
Kurasa ia pun menyimpan kemarahan yang sama
Sendu..
Muram..

Sungguh, aku berharap
Air mata ini akan bersatu dengan air hujan…

-----
Pekik takbir mengiringi langkah ini
Barisan meninggalkan Pusdai, menuju Gedung Sate
Seruan jiwa-jiwa yang tengah terbakar ini membumbung
Lidah tak henti bersenandung..
Entah malaikat mana yang akan menyimpannya..
-----

Aku hanya bagian kecil dari barisan ini
Teriakanku pun hanya bagian kecil dari gemuruh mereka..
Mungkin suara kami akan lenyap,
Ditelan bising kendaraan yang lalu lalang
Tapi semangat kami akan lekat
Selamanya di hati dunia

Allahu akbaaaar…

Kami berlindung
Pada agung asmaMu
Dari mata-mata iseng yang mencuri kesempatan
Agar luluh mata hati mereka
Gentar melihat gelombang ini..

Allahu akbaaaar..

Kami bernaung
Di mulia asmaMu
Dari lidah-lidah usil yang menggunjing
Agar runtuh keangkuhan mereka
Turut ke dalam barisan ini..

Aku sadar
Sungguh
Tak banyak yang akan berubah
Bilapun sejuta nafas memenuhi jalanan ini
Tapi..
Biar tersampaikan juga salam-salam kami
Salam-salam perjuangan ..
Langkah-langkah jihad..
Agar jika kau longok ke mata kami
Kesungguhan jelas tergambar
Itulah cahaya mata kami..

Palestinaaa….
Intifadhah.. Intifadhah..
Uhh !!

Satu kata merangkai makna
Satu makna menjadi nyawa
Pekik kami bukan ucap kosong belaka..

Birruuh .. biddaam ..
Nafsika yaa Aqsho..

Kami iriskan sejengkal urat
Dari hati kami yang patah..
Sungguh,
Kami tahu
* Jalan ini jalan panjang
Penuh aral yang melintang
Namun jua kami lalui
Tuk Ilahi..
/* diambil dari syair Izzatul Islam


Biar meraja ruh jihad dalam jiwa
Biar membaja segenap raga
Sungguh,
Terlalu murah surga
Jika hanya ditukar dengan nyawa

PadaMu Raja Diraja..
Mohonku..
Ditengah do’a-do’a orang teraniaya..
Jadikan aku salah satu tentaraMu..
Atau izinkan Asy-Sya’if Al-Islam
Lahir dari rahimku..

Aku hanya satu kerikil
Dalam raksasa bangunan Islam yang kami cita-citakan..
Aku hanya sebutir debu
Dalam batu-batu yang dilontar ibu-ibu Palestina..

4JJ1 ..
Sungguh
Kata tinggal kata
Jika tak Kau beri makna..

Maka pintaku,
Tebarkan ruh-ruh ini
Biar menjelma kabut
Di jalanan Shibuya
Biar terdengar senandung para mujahid
Di hijau hutan Afrika sana
Biar berkibar panji-panji Islam
Di putih salju Antartika..

*Lantang tlah terdengar panggilan suci
Menyerukan jiwa muslim sejati
Sambut semangat membebaskan negeri
Tanah persada suci para nabi
Sambut semangat
Bebaskan negeri
Palestina.. Palestina.. /* lagi lagi syairnya Izis


Bakar semangat dalam rusuk kami
Agar nyata Al-Furqon
Runtuh kebatilan tegak al-haqq
Dengan tangan kami
Atau lisan kami
Atau hati kami..

‘isy azizan au mut syahiidan..

Dan kalbu yang terpaut dengan simpulMu
Saudara kami yang luka
Di ujung dunia sana..

Palestine.. Palestine..
Berjihad.. Berjihad..
Israel.. Israel..
Hancurkan.. Hancurkan..

Agar lengking kami tak jadi sampah
Tumpukan kata tiada guna
Menguap ditelan masa

Agar terukir
Jejak kami sebagai kejayaan
Dan satu nafasku
Menumbuhkan seribu ruh baru..

Agar terlecut
Cacat di jiwa kami..
kembali mengais RidhoMu

Jika syahid adalah cita-cita tertinggi..
Mulia abadi..

Khaibar khaibar yaa yahuud
Jaisyu Muhammad saufa ya’uud…

Waspadalah hai yahudi
Bala Muhammad telah datang…

## Sebuah bingkisan,

Ternyata..

10/27/2004 7:19:02 PM


Ternyata nggak gampang juga buat ngelola milis. Apalagi milis kampus yang diharapkan bakal ngerangkul semua warga kampus. Pfuuh … tadinya aku pikir semua bakal lancar dan gampang aja. Tinggal sebar form via teman-teman Pj, tek tek tek… tunggu semingguan, tak tik tok… kumpulin lagi, olah data.. jrengg.. tinggal nge-add alamat e-mail yang dah masuk. Tapi ternyata…

Aku pikir, ngambil bolpoin dan nyisihin barang satu dua menit buat nyoretin nama, nim, dan alamat e-mail nggak bakal jadi kerjaan yang begitu berat. Tapi nyatanya, itu nggak mudah juga. Kadang kita (apalagi aku!!!) sering banget nunda sesuatu yang nggak usah ditunda juga sebenarnya bisa lebih cepet kelar. Masih suka melihat hal mudah sebagai sesuatu yang butuh tenaga ekstra. Sampai-sampai, buat contoh aja nih, aku blom ngembaliin formulir pendaftaran organisasi yang akan aku ikuti, padahal aku dah ikut kegiatannay selama hampir sebulanan! Dah sebulan formulir yang dah aku isi itu nongkrong di tasku tanpa sempat diserahkan ke pihak berwenang! Sebulan! Bayangin, sebulan teman-teman!!! Ooww.. semoga aku nggak cepet karatan nungguin data yang aku perlukan. Salahku sendiri sih, kurang gigih mencari datanya. Hiks… Bukannya memang adatnya begitu? Untuk memulai sebuah kebaikan itu perlu energi aktivasi yang tinggi. Jadi, jangan mengeluh! Itulah perjuangannya! Itulah seninya! Dan itulah bahagianya! Jadi ini jangan dijadiin arena buat berkeluh kesah, ya, wahai diri! Sesungguhnya pertolongan 4JJ1 itu dekat. Bersihkan niatmu!

Tapi benerloh, aku rada kaget juga pas baca komentar, saran, dan harapan teman-teman. Mereka berharap milis Annisa ini bisa ngalahin friendster!! Aku sendiri malah belom pernah kepikiran sampai sampai sana! Wah, subhanallah! Belom-belom aku dah mendapatkan pelajaran yang ebrharga, yang aku dapatkan dari temen-temen semua. Yup, banyak banget harapan yang dah dituliskan. Mulai dari pengen dapet taushiyah, jadi arena curhat, ampe sarana buat saling nyemangati dan ngingetin saudaranya yang lain. Hm, aku jadi tersedak. Tadinya aku pengen, Ramadhan ini milis dah aktif dan … yah , setidaknya jadi sarana buat meningkatkan qualitas iman kita. Tapi, kayaknya, selain kurangnya data, aku juga kurang konsen ke sini. Hiks.. maafkaaaan… upz.. heehe.. nggak boleh bilang pake alasan sibuk UTS kan?!?! J Iyah, begitulah sobat sabit (=P) sekalian. Kayaknya perlu ada acara ‘penjeweran’ moderator segala nich. Kalo enggak, ehm,.. bisa kacau milis kita tercinta ini. Jadi, saya mohon bantuan temen-temen sekalian buat ngingetin kalau ada kesalahan, milisnya ‘ketiduran’ atau yang laian-lain sebangsanya. Dan, dimohon banget kesediaannya buat mempromosikan milis ini kepada teman-teman muslimah yang lain. yupz.

Moga 4JJ1 mengampuni ketidakkonsistenanku, juga kelalaianku dalam menjaga amanah …

Kusuguhkan seluruh diriku padaMu

--------------------------------------
Aku sudah banyak kehilangan
Detik-detikku yang tidak akan pernah kembali
Juga kesempatan untuk bertemu denganMu
Dalam keadaan suci..

4JJ1 …
betapa lemahnya aku..
tiap kali aku melalaikan seruanMu
dalam sadar ataupun lupa..

Aku sepotong gabus
Terapung di tengah ganasnya gelombang,
Jika bukan Engkau penolongku,
Pada siapa ku ikatkan harap?

Aku sudah banyak kecewa,
Sebanyak lupaku padaMu
Aku sering bersedih,
Sesering lalaiku padaMu..

Tapi aku tidak berputus asa,
Yaa Robb..
Engkaulah sebenar-benar penolongku

Tapi aku tidak berhenti berharap,
Yaa Robb…
Karena Engkau tidak pernah lupa
Tidak pernah tidur
Dan Maha Tidak pernah ingkar janji

Segala kesulitan yang menghadangku
Adalah pelajaran tentang cintaMu
Betapa Engkau tak pernah meninggalkanku
Dalam setiap sesakku

Engkau ubah takutku jadi harap
Engkau ganti air mataku dengan senyum
Engkau perbaiki setiap kesalahan dengan kebaikan
Engkau tukar yang pergi dengan yang baru..
Engkau hiasi badaiku dengan kilatMu….
Sungguh…
Engkau tak pernah mengecewakanku…
Bila ku khilaf,
Maka jangan hukum ku
Karena ku lemah
Tapi beri aku pelajaran baru
Tentang ridhoMu

4JJ1..
aku lelah berharap
Pada yang selainMu..

Kudekap segala muram
Ku bawa ke hadapanMu
Karena Engkau
Satu-satunya yang mendengarkanku
Tanpa kuminta

Kurengga bait puisi patah ini
Beserta kelopak dan durinya
Karena hanya Engkau
Yang melihatku utuh
Apa adanya..
Kutuang seisi jiwaku ke gelasMu…

4JJ1
Aku tak punya energi
Untuk mengarungi gelombang ini
Jika bukan dengan kemudahanMu

Aku tak berdaya
Di tengah padang kehidupan ini
Tiada punya apa-apa..
Hanya secarik do’a
Dan secangkir makna..

Kelak Engkau akan memintaku berkata
Tentang apa yang kualami di dunia
Sungguh aku tak punya kata
Kecuali yang Kau ilhamkan padaKu
Sungguh aku tak tahu apa-apa
Selain yang Kau beritahukan padaku

Segala yang menantiku di luar sana
Adalah rahasiaMu jua
Tapi aku percaya
Engkau merancangnya bukan dengan sia-sia
Bila aku belum menemukannya
Maka itu adalah kebodohanku..

Berkali aku jatuh
Dan terluka
Dan menangis
Berkali aku kehilangan
Lalu bersedih
Lalu putus asa

Tapi semua akan baik-baik saja
Engkau yang menciptakanku
Engkau pula yang kan menjagaku

Aku bukan makhlukMu yang terbaik
Tapi aku yakin..
Engkau telah mengatur hidupku
Dengan jalan yang terbaik…
Aku bukan hambaMu yang paling bertaqwa
Tapi aku yakin
Kau mendengar setiap do’aku
Agar Kau jadikan aku bagian di antara mereka

Aku akan terus melangkah
Dan menatap langit
Mungkin langit ini kelabu
Mungkin langit ini hitam
Tapi aku tahu
Di luar sana ada banyak sekali bintang
Yang tidak sanggup kuhitung
Yang telah kau sediakan
Aku tinggal membuka mataku
Membuka kepalaku
Dan hatiku….

Aku berpasrah padaMu
Agar tentram gejolak di jiwa ini
Dan aku berpasrah
Untuk hidup mulia
Atau mati di jalanMu
Jaring-jaring yang tak terlihat
Tlah Kau rajut untukku
Sebelum kuminta
Tapi mengapa aku tak bersyukur juga?

Yaa 4JJ1..
Betapa banyak amanah yang kulalaikan
Betapa nafsu dan kemalasanku
Menguasai gerak langkahku

Aku malu, yaa Robb
Aku malu padaMu
Aku malu pada saudara muslimku…
Betapa dhoifnya aku..

Yaa 4JJ1….
Janganlah Engkau memanggilku
Dalam keadaan penuh noda
Kecuali Engkau ridho atasku

Janganlah Engkau mencabut nikmat iman dari hati yang lemah ini..
Karena tiada lagi yang kuharapkan
Kecuali Engkau , Robbi…

Dengan segala cacat dan lemahku
Keterbatasan ini adalah anugerahMu
Aku yakin,
Engkau telah memberi
Segala yang aku perlu

Segala lelah ini
Segenap luka ini
Tak kan tersia
Engkau yang berkuasa
Atas hidupku
Atas alam ini

Maka aku mohon ampun padaMu
Atas segala khilafku
Atas semua salahku
Untuk semua dosaku
Dan semua lemahku..
Robbi.. sesungguhnya aku telah menganiaya diriku
Jika Engkau tidak mengampuniku dan menyayangiku
Maka aku benar-benar termasuk orang yang merugi

Saturday, October 23, 2004

nOtte

And the swan goes,
Leaves the dark lake
Flies to his own sky...
And when the land is a history
The cloud is his future...
He might be returned to the ground,
Someday
But it wouldn’t be the storm
It must be his death......

Ada...

Ada banyak hal yang terjadi di dunia ini
Seringkali tiada kita sadari
Tangan-tangan tak kasat mata yang menuntun langkah nasib kita
Kadang kita terbengong ,
Betapa cepatnya hidup mengaduh kita
Seperti kilat yang sekejap
Lalu lalang kematian
Menyisakan sesal tak berkesudahan


Besok entah masih ada surya
Wakil letupan asa memanggil


Kosong

--- Satu batu berukir,
Sejuta pancaran sihir … ---

Hati gelisah
Mengharap

Bulan terbit di ufuk barat

Ingin berontak
Meronta
Lidah kelu saja

Silang hilang
Kawan seperaduan

Dalam Sunyi

Kutemukan satu bentuk
Segala yang kuingin
Di kandungan sunyi
Terhalau berjala-jala
Gelap
Diam
Tak berkutik
Hitam terjulur-julur
Tanpa penyerahan
Helaan hawa terakhir
Uap tersembul
Menghampa
Tiada sisa
Hanya jasad
Membatu ..
Berat …


Istanaku



Retak jembatan ini adalah pernik
Pun senyum covergirl-ku yang sudah ketumpahan kecap,
Satu lubang jadi jendela
Langit yang slalu terbuka

Debu selimutku,
Menggumpallah..
Menjelmalah pulauku..

Oh Allah..
Betapa syukur ini..
Lengan kurus alas ternyaman..
Tapi ampun..
Hari ini aku tidur tanpa Isha’

Biar aku mimpi dulu , Allah..
Tegak di atas bukit
Tengadah di tengah sunyi..
Aku ludahi pencakar langit mereka !

Biar aku mimpi dulu, yaa Allah..
Tentang tamanMu Nan agung di sana..
Negeri yang Engkau janjikan…

Jika esok teriakan satpam tak membuatku terjaga,
Ampuni aku .. Tuhanku..
Isha’ SubuhMu teramat agung
Sungguh,
Aku hanya ingin semenit lebih cepat
Mencecap istanaMu …

Panggilan Kosong

Hujan kini
Tempiasnya melembabkan gorden
Tapi hati yang ini kering
Aku hayati ayat ini
Hujan tak sunyi
Ah.. rasa-rasa sepi
Tapi alam tak pernah berhenti
Mengkaji
Tak semua yang ada di mata
Harus habis kau cerna
Bumi bukan akhir segalanya
Langit masih punya cerita
Sepintas panggilan,
Dari hati
Pada hati..
Sayup ..
Patah ..
Sayup saja
Kalah , bukan oleh hujan
Bukan oleh guntur
Oleh hati !
Bulan bintang menyemayam
Di puncaknya yang agung
Kurasa ia mulai mendo’a
:” Allah.. UmatMu… !! “
Aku dengar ia menggelirih
:” Irama ini tinggal segerisik daun
Gugur di musim yang salah “





sebangsa awan..



Apakah langit
Apakah mimpi
Kita adalah sebangsa awan..

Sayap kita adalah angin

Negeri bayang-bayang
Persinggahan
Ujung barat
Tujuan

Kepak kita anak badai

Uh..
Luas sungguh
Kebiruan itu..
Lalu kita
Terpana
Terpedaya

Ah, andai di langit ke tujuh ada dahan!

Dan awan mencair
Dalam hujan salah musim

Kita adalah sebangsa awan
Melayang di kebiruan
Hanya sebentar !

Nyanyian hujan adalah panggilan perpisahan

Aku Menikmatinya

Wednesday, October 20, 20047:50:23 PM

Aku mungkin sering mengeluh, atau seenggak-enggaknya ngerasa nggak puas, kalo ngebandingin apa yang aku peroleh dengan apa yang udah aku lakuin. Kadang aku merasa itu kurang adil. Untuk pengorbanan yang udah aku lakukan, aku berhak untuk dapat yang lebih dong, gitu kira-kira yang ada di pikiranku. Tapi, … pada suatu hari… yang bertepatan dengan hari aku tuliskan catatan ini, aku ngalamin sesuatu yang membuatku ngerasa beda. Bahwa ada yang lain yang kudu kita menangkan : diri kita sendiri. Ceritanya gini. Kan aku punya adik les. Nah, kemaren, adikku ini ulang tahun. Jadi, sebagai sebuah tanda kasih sayang (ciee… naon seeh) aku berniat memberinya sesuatu yang bermanfaat buat dia. Dan pilihanku pun jatuh pada sebuah buku yang menurut aku cukup oke. Yup, karena dah nggak keburu waktu lagi, aku bawa juga biarpun dengan kemasan yang seadanya. Tuk tik tok… waktu berjalan. Di sela-sela acara belajar, kami ngobrol sedikit-sedikit soal acara milad alias ultahnya kemaren. Dan… secara nggak sengaja, pas lagi buka puasa bareng, dengan gembiranya dia cerita kalo dapet kado dari temen-temennya. Dia mendapat beberapa buku islami yang memang dah lama pengen dia koleksi. Salah satu di antaranya, adalah buku yang dah aku bungkus dan aku taruh dalam tasku. Ya 4JJ1.. rasanya… huiks.. nggak tahu deh… Aku jadi ragu-ragu. Mau terus maju, ngasihin buku yang sebenarnya dia dah nggak butuh, atau bawa balik aja dengan resiko dia merasa aku nggak menganggap hari jadinya sebagai hari yang penting. Dua-duanya sama, bikin pusing. Hm, pikir punya pikir, aku jadi berpendapat, mungkin lain kali aja aku ngasih dia hadiah. Toh masih banyak moment. Lagian buku ini juga insyaAlloh pasti masih banyak yang mau (hehe..). Tapi… Pas dia ngasih uang les buat minggu ini, uangnya terlalu besar. (Bukan kertasnya lho.. tapi nominalnya..). Dia berkeras suapaya aku ambil saja kelebihannya. Tapi hatiku berkata jangan. Aku rasa kami dah punya komitmen soal ini. Dan aku nggak mau terbiasa dengan sesuatu yang dengan gampang diperoleh. Sesuatu yang abu-abu. Meskipun aku tahu dia benar-benar ikhlas. Huiks.. aku segera ngerogoh tasku. Nyari-nyari kembalian. Harus segera. Soalnya aku nggak mau niatku melenceng, soalnya tawarannya kian menggoda. Aku jadi teringat kasusnya temanku dengan orang bea cukai. Hikz. Itu nggak enak banget. Dan aku nggak ngalamin yang kayak gituh. Makanya, aku bersyukur banget pas ketemu si kertas ijo yang nyelip dalam kotak pensil, diantara disket-disketku. Pfuuh.. lolos dari godaan, tapi hati belum bisa lega. Soalnya tanganku nggak sengaja nyentuh bungkusan kado tadi. Ehm, kasihin.. jangan.. kasihin.. jangan… Akhirnya, spontan aja, tahu tahu aku dah ngeluarin buku itu dan caz ciz cuz.. aku pun minta maaf soalnya bla bla bla.. hehe, salahku sendiri sih ngapain ngado orang kok buku yang bestseller. Kan resiko kejadian kayak gininya kan gede. Tapi, dengan bijaknya (atau hanya untuk nyenengin aku?!? Ehm, I don’t know and I don’t really care..) Adik lesku bilang, dia seneng aja. Soalnya, punya dua kan bisa lebih manfaat, kali aja ada temennya yang juga mau minjem. Aha, bener juga, meski aku nggak yakin. Anyway, at least, I do what I wanna do. Sementara, masih juga nyelip perasaan nggak bener soal uang tambahan tadi. Hm, bukannya aku memang pengen duit tambahan. Napa nolak? Dan aku bersyukur dah nolak cepet-cepet. Kalo nggak, aku nggak tahu apakah idealismu masih bakal menang kalo bisikan-bisikan kiri kayak gini mulai menggelombang. Dan aku mulai lagi dari awal. Berpikir tentang apa yang sudah aku beri, aku lakukan. Sekedar membandingkan dengan apa yang sudah aku peroleh. Benarkah uang yang jadi tolok ukur segala yang aku lakukan, dari dan untuk dia? Oo.. alangkah sempitnya. Bukankah selama ini keluarganya selalu baik padaku. Setiap kali aku datang dan disambut dengan senyum, bisakah itu diganti dengan duit? Atau kayak tadi, selalu diajak makan bareng. Atau setidaknya ngobrol sedikit-sedikit soal keluarga, soal kampung halaman. Dan bisakah itu ditukar dengan uang? Setiap kali dengan merepotkannya selalu disediain minum, bisakah itu dinilai dengan kertas sakti? Setiap kali aku makai air dan ikut sholat di sana, bisakah itu dikonversi dengan rupiah? Senyum adik lesku tiap kali berhasil nyelesaiin PRnya yang berat, bisakah disubstitusi dengan duit? Jabat tangan dan salam perpisahan ketika kakiku meninggalkan teras rumahnya, bisakah ditukar dengan duit? Setiap bentuk perhatian mereka, bisakah diganti dengan… Oo.. alangkah sempitnya yang aku rasa selama ini. Dan aku mulai melihat. Melihat ke depan. Tentang apa yang aku dapatkan selama ini. Bahwa ada yang aku menangkan. Apalah artinya sedikit uang tambahan kalo ternyata itu merubah citraku di mata adikku sendiri. Apalah artinya selembar kertas yang bakal habis sekali jalan kalo itu malah mendidik aku jadi pencoleng. Pencoleng komitmenku sendiri. Dan aku senang. Aku menikmatinya. Menikmati kemenanganku, tak peduli apakah 4JJ1 mencatatnya sebagai amal baik ataukah amal yang sia-sia. Sia? Pertamanya karena kurang ikhlas, masih sempat kepikiran. Keduanya karena menceritakan ini padamu. Karena aku senang, aku jadi bisa melihat banyak hal lagi. Mungkin benar kata temennya temenku, kalo sesungguhnya amal itu bersaudara. Amal baik bakal melahirkan amal baik yang lain, dan begitu sebaliknya. Aku bisa melihat apa yang selama ini aku lihat ketika pulang pergi ngajar, tapi selalu berlalu tanpa kesan. Tentang orang-orang yang masih berkeliaran bahkan disaat matahari yang garang pun sudah beristirahat. Tentang antrian pembeli es shanghai. Tentang toko-toko yang gelap. Tentang sudut pasar yang mati. Tentang penjual rokok yang termenung. Tentang aspal yang kian hitam, tentang perempuan cantik. Tentang kompor penjual gorengan. Tentang tumpukan plastik berisi kolak candil. Buah-buahan yang tergeletak, cuek dan dicuekin. Tentang … orang yang mengamati dari jendela angkot. Ya, tentang mereka semua. Tentang orang-orang yang berkeliaran dengan baju butut, menjajakan keringat mereka yang mungkin sudah waktunya kering dan diisi ulang. tentang bagaimana rasanya menjadi bagian dari emper toko yang gelap, menghempaskan kepala di lantai tanpa kasur. Orang-orang lalu lalang tanpa menganggapmu. Tentang sudut pasar yang mati, yang mungkin akan dijadikan pelarian orang-orang yang ketika siang menyala berjajar di bawah lampu merah. Rambut kusut, wajah dekil, kecrekan yang tak punya irama, perut yang tipis, suara sember, harga diri yang … Bagaimana harus menjalani hidup sebagai mereka. Tentang kesah penjual rokok yang mungkin dagangannya hari ini nggak cukup memberi anak mereka sekedar duit espepe. Tentang aspal hitam yang mungkin bersenandung tentang berapa persen saudara mereka yang masuk perut orang-orang berhati jelaga. Tentang perempuan cantik yang merelakan pundaknya jadi sandaran tangan asing. Tentang lelaki muda berwajah keruh, yang mungkin menanti kekasihnya yang tak akan pernah datang. Tentang kompor Akang penjual gorengan yang sudah dua kali menggoreng pisang yang sama. Tentang perasaan ibu pembuat kolak candil yang mungkin besok pagi jadi kian kental dan masam, kalo malam ini dagangannya nggak laku. Tentang mangga, jeruk, dan apel lokal yang tiap jam tambah layu. Tentang … aku. Yang hanya bisa memandang mereka. Tak punya keberanian untuk menawarkan diri, menggantikan peran mereka. Tak punya kekuatan buat mengangkat mereka. Dan aku melihatnya. Melihat betapa banyak yang aku dapatkan. Betapa banyak yang aku menangkan, tanpa denting kerincing yang bernama uang. Betapa banyak yang aku punyai. Hanya dengan melihat mereka yang tak seberuntung diriku. Betapa banyak yang ada ditanganku, kalo aku menghargai keramahan senyum orang-orang di hadapanku. Betapa banyak yang aku miliki dengan mencecap perasaan bersaudara. Merasakan rumah, mungkin bukan buatku. Setidaknya, rumah bagi harapan-harapanku. Juga kesadaran bahwa, ada yang mengalir di luar sana saat kita lelap bermanja pada mimpi-mimpi kita. Ada yang menggadaikan peluhnya saat itu. Ada yang ah,.. tak terkatakan. Mungkin agak melenceng kalo ini dihubungkan dengan memenangkan diri sendiri. Bener, makin tahu siapa dan apa aku ini, aku makin nyadar kalo aku tuh belum ngelakuin apa-apa. Dan itu membuatku lebih kuat buat memenangkan diriku sendiri, merebut sisa takdir.. sesuatu yang abadi dan menunggu di limit sana. Tapi yang jelas, aku menikmatinya.

*# Selamat milad Vi, makasih cake coklatnya… Thanks tuk semuanya yang tak terbalas… Moga 4JJ1 mudahkan jalanmu tuk gapai cita Amin

Friday, October 22, 2004

Ramadhan minus 8

.. Hembusan waktu,
lembut, tak berkabar
mengurung kabut
hampa surut ..


Subahanallah !!
4JJ1 begitu baik baik baik baikkkkkkk.... banget!!!
Dia masih memberi aku kesempatan menikmati hawa Ramadhan yang entah akan jadi Ramadhanku yang kesekian, kalau pun ini bakal jadi yang etrakhir, aku nggak tahu juga

minus 8 dari jatah (insyaAlloh) 30 yang disediakan,
hm, dah dapat apa aja yah?!?!
=)

----- 4JJ1 ...
saat Engkau kini begitu dekat
hijau kan hatiku
dengan asma-Mu
agar pupus segala ragu
Engkau,
cukup Engkau
Penolongku ------------






Mencari Sahabat

Mencari sahabat

Telah berabad aku mengarungi sebagian umurku. Aku tak tahu tinggal berapa lama lagi sisa usiaku. Aku hanya tahu satu hal. Kalau pagi ini mentari masih tersenyum padaku, itu artinya aku masih Dia beri satu hari baru. Ah, aku tak tahu. Apakah hari ini aku akan menemukan sesuatu yang baru, atau hanya repetisi-repetisi seperti hari-hari silam. Tersingkir di pojok waktu, terkulai tak kuasa berseru, inilah aku……

Lalu daun-daun kelapa menyapa dengan lambaiannya yang lembut. Ia tak ingin mengoyak jubah sang angin. Anggun menarikan jerit pilu kumbang musim panas. Huuh.. bahkan ia pun enggan menjadi temanku. Karena teman bukan yang menyapa dengan lambaian tangan. Teman adalah yang menyapa hati dengan senyuman embun pagi ...

Alam bergulir. Awan merayapi langit. Ia bertanya, apa yang aku mau dengan tangisku. Aku menggigil. Apa yang aku mau?!? Entahlah, aku hanya sedih. Bahkan awan pun bukan kawan. Karena kawan tidak akan pernah bertanya apa yang kita inginkan. Kawan menyediakan bahu saat harapan terbang direbut prahara. Memeluk segala kesedihan kita, melebihi eratnya nyawa….

Gerimis, ia tak datang. Tak ada salam, tak ada kabar. Haruskah kucoret namanya dari lembar buku hatiku? Dan mencela dunia… ia bukan sahabat! Karena kerinduan sahabat melintasi ruang dan waktu, bahkan saat raga tak lagi meraga… karena kangen seorang sahabat adalah gerbang tanpa pintu…

Ah.. wangi tanah, hampir lupa aku pada sukmamu. Cair mengambang kala hujan menerpa, kiriman kecil dari istana di bawah bumi. Sebuah tanda cinta. Sebuah refleksi. Tangan yang terbuka. Hati bernyanyi. Laksana kidung surgawi. Tapi karib bukan urusan wangi, karib bukan sekedar materi. Karib adalah mengenal tiap jengkal busuknya, lalu menghirupnya dalam-dalam, dalam diam… dalam kelam…

Biar ku goyangkan dahan-dahan. Biar gugur dedaunan. Biar rasa… segala resah yang kau cipta… tapi bukan sejawat, yang inginkan kau celaka… sejawat adalah yang merawat luka, menyiratkan asa. Bukan menyayat duka….

Lalu kemana Adinda mencari, seorang sahabat sejati. Cukup seorang sahabat hakiki. Untuk melintasi seratus zaman. Cukup seorang sahabat abadi. Cukup seorang sahabat. Tak perlu embel-embel tersuci. Datang dengan tangan hampa, tapi jiwa terbuka. Jiwa bagai ladang yang mengayomi putik muda. Jiwa bagai lembah penuh bunga dan kelinci liar….

Ke mana pencarian ini kan bermuara. Sebait do’aku berbalas secawan rindu.. Aku telisik lembaran kalam cintaNya.. Kucari sebuah nama, cukup sepotong saja. Aku kecewa, bahkan satu huruf pun tak terukir di sana..

Semilir harapan melenakan penat jiwa. Penantian ini tak tahu di mana ujungnya. Hingga… Samudera menjelma tangan-tangan gelombang , riuh berebut menarikku ke dekapannya.. Aku miskin tenaga.. Merekakah yang aku cari? Yang memberi arti penerimaan sejati? Hiruk pikuk apa ini? Kawankah yang menjunjungku tinggi-tinggi? Aku meluap.. Ombak yang bergulung di hatiku lebih menggila. Sebelum badai ini sempat kumaknai, aku telah terkapar.. Terbanting di tebing karang… O.. topan kehidupan, aku tahu tak kan bisa lagi percaya pada hangat tangan yang menjabat….

Aku tertatih, mendaki undak ke puncak, tempat paling tinggi tuk puaskan dahaga mataku.. Tak ada sinar memancar dari jubahmu.. Tak ada bulan terbelah di ujung jemarimu.. Tak ada tongkatmu yang memakan ular-ular Fir’aun.. lalu bagaimana aku mengenalimu dari puncak kesombonganku ini? Tahtaku tak jadi tempat semayam bagi jiwa resahku… Aku kehilangan sabda sakti…

Orok masih merah. Bening tangisnya merogoh titik kulminasi pencarian yang bersarang di kantong batin.. Penolakannya .. Kepedihannya.. Inikah sahabat yang dikirimkan??? Lemah .. Tanpa tendensi.. Kenaifan sempurna…

Aku hanya terpaku.. Terperangkap dalam monolog sunyiku.. Tak ada tangis, tak ada tawa.. Pencarian ini sia belaka..

















Sebuah Nama

7/14/2004 2:27 am

Lelaki agung
Yang dirindu wangi surga,
Tersungkur aku
Dalam semu wajahku yang malu
Betapa berjurang kita..

Engkau telah memilih
Jalan itu
Aku pun merindu
Tetes darahmu yang memadu..
Manis..

Aku lemah saja
Sedang azzammu begitu membaja
Tak terkekang rusuk tulang..
Engkau membumbung melebihi bintang-bintang

Namamu kini adalah ilham..
Dia beri nyawa setiap hati yang menggumam
Membentang sayap..
Merentang jagad..
Al-ardlu lana !!
Wa al-qudsu lana !!

Lelaki agung,
Beribu
Berjuta
Langkah-langkah kecil
Langkah-langkah besar
Gemuruh di balik jejakmu yang tak lekang

Bukan hanya wajahku,
Langit pun bersemu..
Sambut ruh sucimu

/* Ayyash ,
sebuah nama
tergores di bawah sejuk mata yang telah pejam di pangkuan ibu Palestina
wariskan ghirohmu yang membara itu..
agar rahimku jadi benteng syahid syahidah baru,
biar nyata..
hijau panji berkibar..
warna dunia..


Aku Hamparkan...

Aku hamparkan negeri kalbu ini..
Seluasnya…
Di hadapanmu
Laksana lautan pasir yang ternganga
Menyambutmu sepenuh jiwa..
Selaksa bintang adalah cahaya
Hanya bagi sepasang mata kita…

Nimas,
Aku tak punya budak untuk melayanimu
Tapi aku punya pundak untuk memikul sebagian kesahmu
Ya, hanya sebagian..
Kadang aku terlalu lemah
Untuk membawa ragaku sendiri..

Nimas,
Aku punya berjuta rindu
Yang tak kan habis di hisap tiap detik kita..


Kebon Bibit, Satu Sore

Kebon Bibit, Rabu menjelang sore


Sisa-sisa gerahnya siang masih menyerang, menambah keenggananku melewati jalan pulang ini. Ehm, entah sudah berapa puluh, bahkan mungkin ratus kali aku melewati jalan ini. Tapi tak tahu mengapa, tiba-tiba saja sebuah ide menyeruak menggelitik pikiranku. Hm, beberapa ekor lalat kayaknya asyik banget ngerubutin tumpukan sampah. Terbang muter-muter, nari-nari. Padahal, tumpukan sampah itu ada di depan kompleks sekolah!! Memang sih, nggak pernah ada peraturan bahwa lalat nggak boleh berkeliaran di area sekitar sekolah. Tapi.. kan .. namanya juga sekolah .. harusnya tempat ini menjadi sentra pembelajaran dan pendidikan yang akan mencetak manusia-manusia berbudi. Salah satunya ya tentang barang dan mantan barang yang lagi dikerubutin lalat tadi. Hm, it’s sounds impossible for me, kalo sejak kecil mereka sudah disuguhi serakan sampah di got, trus tiba-tiba pas mereka jadi orang diharapkan bisa jaga kebersihan! Non sense ! Kalau nyampah sembarangan sudah dianggap sebagai sebuah kewajaran, yah.. susah buat menanamkan perasaan menyayangi keindahan. Padahal, tiap kali ulangan pasti muncul pertanyaan, “ apa yang akan kamu lakukan seandainya kamu menemukan sampah di jalan, di mana kita seharusnya membuang sampah, kebersihan itu sebagian dari …” Dan semua wajib menjawab standar, yang nggak akan pernah mereka temui dalam kenyataannya, bahkan tepat di depan gerbang sekolah mereka sendiri. Lalu di mana kita?

Notte Notte

à memory,3/9/2004 10:41:02 PM

Tapi aku tahu ada yang hilang
Sedikit jiwa di sudut jalan panjang
Sebuah persinggahan dikala lara
Dan perhentian dikala lelah
Aku bingung,
Pantai ini untuk siapa

Atau ada mentari kedua?
Atau bulan kembali terbelah?
Bintang enggan bercanda…

Ada banyak kebodohan – kebodohan
Sudah dibuat
Tak akan hapus biar berjejak
Tak sembuh luka di awang-awang
Seperti lukisan nyata
Karya termegah
Puisi setentang mentari
Berani mati
Tertusuk duri ..

Kesakitan ini tak kan mendua
Dia raja
Dalam raga
Dalam jiwa

aku ragu dan ragu lagi
masihkah ada harap tersisa
di puing istana kita
esok aku akan berlari ke sana..
membawa sejumput rindu
dan rasa kehilangan
yang bersandar di tiang pancang

aku torehkan sebaris luka ini
dalam larik – larik tanpa seri
seperih hujan bulan Desember
yang tak pernah lupa memberi kecupan
anak gerimis dirundung cemburu


segala kering cinta di ujung jari
kusalurkan di tajam mata pena ini
darahku adalah tintanya
nafasku adalah nafasnya…

aku rindu pulang
ke rumah kita,
hanya ke rumah kita..
atau tiada lagi salam
menunggu di balik pintu
aku tergugu (oh haruskah?)

aku tuliskan semua
dengan hati patah (..)
dan mata hati jengah ,
enggan mengalah
pada separuh diri

aku takkan memetik bintang
karena bintang itu sudah pernah bersinar
di hati kita,
di hatimu
atau masih tak percaya ?

segala ragu
ingin ku kirim padamu
karena begitu yakinku
kokohmu kan leburkannya jadi debu

ah.. resah ini tiada pelabuhan !
bidadarinya enggan jejak bumi
rasa sakit tinggalkan nyeri
menusuk tiada henti..

berat ,
lebih berat,
makin berat,
atau paling berat ?



dengan segala kesah
dan keluh yang tak bermuara
akan gundahku yang berkelana
menjemput sepotong do’a
tanpa nyawa
-qit-

Tuesday, October 19, 2004

Bukan Lagi Negeri Kita

lalu dengung itu tak lagi memekik
debu tulang leluhur belum lagi terbayar
Maghrib ini, Bung
"Sihir Putri Panggung, Kita bergoyang.. "
biar terkapar..
bukan lagi negeri, Bung!!
tanah hijau ini milik kita..
tapi hawa tak lagi bersahaja..
rusuk patah keringat buncah
darah kita disesap!
ayo Bung,
"Sihir Putri Panggung, Kita merdeka!"
: secarik potret robek negriku

Perempuan Suciku

Perempuan suciku
Badai gurun ini pasti berlalu,
Usah air mata basahi tudungmu...
Engkau, perempuan terkapar..
Dalam sujudmu yang terpenggal
Perang yang membakar
Tak kan sudah oleh fajar
Adalah mata panah
Seribu lidah basah
Kabut hijau mengangkasa
Perempuan suci,
Terlahir bukan tuk dimiliki
Nafasmu jejak pertarungan
Darahmulah tinta zaman
Bukan sutra
Tapi baja
Bukan permata
Tapi belati


Masih lekat diingatanku,
Hari terakhir aku melihatnya
Dengan baju koko hijaunya yang bersahaja
Dia begitu bersih
Aura ketenangan memancar,
Tak tergoyahkan

Satu hari saat siang jadi begitu panjang
Dan senja adalah cerita yang mengulir dari lidahnya
Aku sepotong kayu di riam deras kenangan
Menelisik masa yang singgah sekejap
Dari buian lalu, sejarah yang telah terjela
Masa lalu…
Lalu…
Lalu…

Dia bicara tentang rimbun pekarangan
Dia bicara tentang kejam penjajahan
Dia bicara tentang riak kehidupan
Dia bicara tentang Tuhan …

Dan aku hanya berkejap
Menelikung di riuh tawanya
Tawa yang sampai kini tak sirna-sirna…
Wahai…

Hari terakhir aku melihatnya
Dengan baju koko hijaunya yang bersahaja
Dia begitu bersih
Cerita belum lagi purna
Tapi putih rambut kepalanya hendak menyela
Pamit tanpa kata

Segala sedih dia kecap perih
Segala lelah dia rasa sudah
Tali zaman terentang di belakang
Panjang di bilangan
Pendek di ingatan

Dia pergi

Membawa serta remah senyumnya
Juga langkahnya yang selalu pelan

Kehilangan

Di kisiku ada yang lubang
Kotak penyemaian untuknya,
Satu hari..
Saat siang nanti jadi begitu panjang …

/* mBah Kung , sekelabat rindu untukmu
akankah ada gerhana untuk kita?
'moga Dia pertemukan kita di jannahNya

Rindu Kampung

Adalah syair
Rentang jaman yang kita ukir
Bukit sungai jadi saksi
Keluguan kita yang telah mati

Ah..
Aku kini
Segurat luka di ujung belati
Tebus detik dengan tetes
Lebur tulang oleh uang ..

Duhai,
Syair ini akan berujung ?
Jauh nian negeri impian …
Haruskah aku balik pulang ?!?

Lelaki itu …



Masih lekat diingatanku,
Hari terakhir aku melihatnya
Dengan baju koko hijaunya yang bersahaja
Dia begitu bersih
Aura ketenangan memancar,
Tak tergoyahkan

Satu hari saat siang jadi begitu panjang
Dan senja adalah cerita yang mengulir dari lidahnya
Aku sepotong kayu di riam deras kenangan
Menelisik masa yang singgah sekejap
Dari buian lalu, sejarah yang telah terjela
Masa lalu…
Lalu…
Lalu…

Dia bicara tentang rimbun pekarangan
Dia bicara tentang kejam penjajahan
Dia bicara tentang riak kehidupan
Dia bicara tentang Tuhan …

Dan aku hanya berkejap
Menelikung di riuh tawanya
Tawa yang sampai kini tak sirna-sirna…
Wahai…

Hari terakhir aku melihatnya
Dengan baju koko hijaunya yang bersahaja
Dia begitu bersih
Cerita belum lagi purna
Tapi putih rambut kepalanya hendak menyela
Pamit tanpa kata

Segala sedih dia kecap perih
Segala lelah dia rasa sudah
Tali zaman terentang di belakang
Panjang di bilangan
Pendek di ingatan

Dia pergi

Membawa serta remah senyumnya
Juga langkahnya yang selalu pelan

Kehilangan

Di kisiku ada yang lubang
Kotak penyemaian untuknya,
Satu hari..
Saat siang nanti jadi begitu panjang …

/* mBah Kung , sekelabat rindu untukmu
akankah ada gerhana untuk kita?

'moga Dia pertemukan kita di jannah-Nya

Tarian Jari di Atas Keyboard


buat Teteh(ku) Rakhmita Akh,
: orang luar biasa inspirator bagi orang biasa


Segar …
Itu yang aku rasakan saat membaca tulisan-tulisannya,
Seakan nggak pernah bosan dan hilang nyawa.. (upz, apaan seeh?)
Hehe.. yang jelas, aku bikin blog ini juga karena dia yang ngasih ide
Dan aku juga nggak tahu, bakal bertahankah aku, menjaga nafas blogku ini ?
Yup,

Satu titik yang jauh dan tinggi di ujung sana,
Tempatnya melabuhkan mimpi
Semoga kan jadi nyata
Karena aku …
Juga ingin dipimpin oleh khalifah ke enam …
=)

Mengalirlah, ia …
Seperti air membawa kehidupan
Mengalirlah,
Menjelma satu warna di sejengkal hidupku
Di puri hijau kami yang …
Ah, entah kapan kami tinggalkan …


Taman Sari, Satu Pagi

tadi pagi pas aku buru-buru mo pergi ke kampus (biasa dink, telat)
eh, ada rame-rame orang pake seragam ijo-ijo
sampai bikin macet segala
aku pikir kan hari ABRI , trus deket situ kan ada kantor pemerintah,
kirain yah ada acara peringatan atau upacara apah gitu..
eh, ndak taunya..
mereka lagi mbongkar kios dan (* apa yah namanya? Gak tau lah aku .. pokoknya yang tempatnya tukang bikin kunci, jual rongsokan besi dan barang bekas, bikin dan jual mebel,… yang gitu-gitu lah)
lokasinya kebetulan deket rektorat, trus bakal dilewati proyek pasopati kayaknya

campur aduk aku ngelihatnya,
benci.. geram… marah yang nggak tahu harus aku lampiaskan pada siapa
juga sedih… kecewa..
apalagi pas secara nggak sengaja, aku bertatapan mata dengan seorang kakek tua salah satu pemilik kios (*atau apapun namanya)
yaa 4JJ1…
aku nggak punya kata-kata untuk menjelaskannya..
aku lihat wajahnya begitu mendung.. bingung…
aku tak bisa membayangkan bagaimana nasib keluarganya , jika saja itu adalah satu-satunya mata pencaharian mereka … (tentunya 4JJ1 maha kaya… pasti telah menjamin rezeki bagi mereka)
Kau bisa merasakannya kan ?!?

Tiba-tiba aku merasa sangat lemah..
Dhoif.. tak berdaya…
Aku tak sanggup melakukan apa-apa saat mereka diperlakukan seperti itu…

Aku tak bisa membayangkan,
Jika hal seperti ini menimpa orang tuaku..
Harta dan usaha mereka yang sungguh tidak seberapa itu..
Dihancurkan begitu saja..
Seolah mereka hakim dan raja kecil yang berhak melakukan apa saja
Sesuka mereka ..

Puluhan orang-orang gagah berseragam hijau, merobohkannya…
Itu sama saja dengan merobohkan dapur mereka!!!
Beberapa diantara mereka malah ketawa-tawa,
Seolah tak terbebani melakukan pekerjaan itu..

Sedang para pemilik kios hanya bisa melihat,
Mungkin hati mereka hancur,
Mungkin perasaan mereka remuk… mungkin..
Padahal ini menjelang puasa
Menjelang puasa berarti menjelang lebaran juga..
Dan lebaran sering diartikan dengan kebutuhan…

Mungkin juga diantara bapak-bapak itu ada yang melakukan pekerjaan itu dengan berat hati..
Karena tuntutan tugas..
Toh , mereka hanya pelaksana lapangan
Mereka hanya melaksanakan perintah
Para petinggi mereka lah yang bertanggung jawab …
Entah kenapa aku jadi ingin melumatkan mereka..

Kalau saja aku tidak ingat aku harus kuliah,
Aku pasti turun dari angkot yang kunaiki,
bergabung dengan orang-orang yang hanya bisa menonton pertunjukan gratis pagi hari itu
Ya, pertunjukan gratis
Pertunjukan betapa borok-borok negeri ini kian parah..
Anak-anak negeri yang luka, luka, kian luka dan nganga…
Air mata orang-orang tertindas, tersisih …

Yaa 4JJ1.. aku tak tahu
Akan ada berapa kios lagi yang hancur
Berapa rumah lagi yang tergusur
Aku tak tahu
Air mata mana yang akan menurunkan laknatMu
Do’a dari mulut yang mana yang akan menahan adzabMu…

Yaa 4JJ1..
Di luar sana,
Saudaraku tengadah menatap langit,
Tidur tanpa atap tanpa alas
Di luar sana,
Saudaraku merintih,
Entah lapar
Entah sakit
Entah tak tahu lagi harus merasa apa…
Di luar sana
Di satu sudut kelam
Kepedihan kemarahan kehampaan
Menyatu dalam kemelut
Hidup
Ataukah tak boleh lagi dinamai hidup?
Sekedar menyambung nafas dengan nafas?
Memperpanjang nyeri dengan nyeri?
Sedang kefakiran begitu akrab dengan kekufuran..
Aku harap mereka
Menjumput syukur, keberkahan, dan ridhoMU jua

Di teras negeri yang lain..
Orang-orang sok borjuis membuang duit seenak mereka..
Duit yang entah mereka datangkan dari mana..
Atau mereka memang tak peduli
Emas itu dari keringat orang-orang melarat
Ataukah mereka tak mau tahu
Dengan keserakahan memangsa hutan tanah air angin dan langit negri ini
Untuk mereka sendiri!!
Ataukah mata mereka telah buta pada tangis pilu manusia?
Ataukah telinga mereka telah tuli pada jerit rintih sesama?
Ataukah hati mereka telah beku dari kasih sayang?
Ah.. aku tak tahu

Yaa 4JJ1…
Anugerahkan negeri ini seorang pemimpin yang adil,
Yang menegakkan DienMu di tanah yang kini kering ini..
Dan jadikanlah kami bagian dari nafas-nafas perubahan,
Nafas-nafas yang mengusung kebaikan..

Agar satu saat,
Tak kudengar tangis lapar menyayat
Agar satu ketika,
Tak ada lagi tangan di bawah
Agar satu waktu,
Kami bingung pada siapa kami bagikan zakat kami..

Kurasa aku telah melangkah terlalu jauh,
Bukankah aku hanya bisa berlaga di medan kata-kata?
Sedang hidup ini lebih dari sekedar kata-kata…
Betapa besar kemurkaan 4JJ1 pada orang yang mengatakan hal yang tak dilakukannya..
4JJ1 aku berlindung pada keagunganMu dari kemurkaanMu atas kesia-siaan dalam kata-kata, sikap, dan perbuatanku..





*/ Hehe.. nyari topik baru buat bikin pusing orang …
jelas aku ndak mau pusing sendirian …



Tapi...

rindu melaut
aku hanyut

kita adalah sampan kecil ditengah badai
terhanyut tanpa arah …

ah.. rindu tanpa tepian
pelabuhanmu satu tujuan

aku bilang matamu lebih hangat dari sinar matahari
kau bilang tidak,
kataku lebih hangat lagi

aku bawakan kau sereguk madu
yang termanis yang pernah kucicip
kau bilang bukan…
senyumku lebih manis lagi

aku serahkan sisa umurku
segenap waktuku
kau bilang tak perlu…
cinta memberi,
bukan meminta…

aku terpaku
menelan pesonamu
sama seperti dulu
Adam menampik surga…


Bulan
Bintang
Awan
Hujan
Pelangi
Matahari
Mereka saksiku

Air
Tanah
Udara
Angin
Api
Debu
Mereka buktiku

Aku terhenyak

Di sudut ruang batin kita yang semrawut
Aku tak tahu
Harus memberinya nama apa
Yang tlah terlahir tanpa rencana

Atau kita racun saja…?
Andai bisa…

Dia akan jadi raksasa..
Dia akan berkuasa…

Ah,
Aku tak bisa takut
Aku terpesona…
Aku tak berdaya

Atau kita racun saja…?
Pasti bisa!

Sebaris tanpa luka
Sederet tanpa kata
Kau bisa terka..
Tapi tak kenal makna…

Aku tawarkan lebih dari sebaris
Aku serahkan lebih dari sederet
Kau tak bisa terka
Apalagi kenal makna

Aku, engkau, dan Dia
Seperti apa?
Aku, engkau,
Dia…

Dia pencemburu..
Tapi …..

Biasa

Aku hanya orang yang biasa, dengan segala kebiasaanku, …

Nggak ada yang cukup istimewa dalam keseharian ataupun tulisanku, yang cukup pantas untuk nampang di bog ini. Kalo pun aku akhirnya ‘menega-negakan’ diri buat bikin blog, itu lebih karena keperluan dokumentasi, soalnya hard disk si Kompi dah sesak banget kayaknya… Sekedar bak untuk menampung sampah rongsokan kata-kata… Yup, kalau pun ntar nyampe juga kebaca oleh Anda, teman-teman, adik kakak, kakek nenek, tetangga… sapa aja.. itu pasti hanya sebuah kebetulan yang tidak direkayasa …=)
Yup,

Salam biasa-biasa saja dari orang biasa

.. Secangkir Coklat Panas..

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarokatuh,

yup...
ehm, secangkir coklat panas ... bukannya memprovokasi yang lagi puasa loh ..
tapi memang itu yang aku pengen orang rasakan kalo baca blog ku ini ..
hehe... selalu hangat, nggak mbosenin, kalo bisa malah inspiratif .. (hm, bisa gak yah?)
insyaAlloh harus bisa .. yup,
seperti secangkir coklat panas yang menguapkan semua keresahan yang aku tuang dalam baris-baris aksara
seperti secangkir coklat panas yang menampung riak gelombang cerita hidupku ... (ciee.. naon seeh)
seperti secangkir coklat panas yang menebar aroma wangi kehidupan ke segenap ruang dan waktu
seperti secangkir coklat panas yang mengusir gigil di kala hujan
seperti ...

... secangkir coklat panas ...