Sunday, July 27, 2008

....dadiedaydreamerzZZzz....

==just a fiction scene==

mataku yang berkaca-kaca membuat semua pemandangan di depanku jadi kayak di balik gelas.
tanganku terentang ke depan, mencoba menyentuh alam hayali yang rapuh,
berkeping-keping dengan sapamu yang tiba-tiba sudah duduk tak jauh dariku..
"kenapa?", bersenyawa dengan senyummu yang kutahu maknanya
kaca-kaca itu kini jadi telaga di pipiku
setelah menggores hati yang mungkin masih ada di dalam sana
"semua akan berakhir baik-baik saja..", imbuhmu yang dibubuhi pertanyaan 'kenapa' tapi tanpa suara
aku ingin bilang: acuhkan saja diriku..
tapi lidahku tak mau menuruti perintah, lidahku punya otak sendiri.
tampaknya otakku pun punya otak sendiri..
"sudah sering adikku protes ketakutan melihat aku tertawa kecil sendirian.. and I am okay with that.. sekarang aku rasa tak ada gunanya berbicara denganmu."
rasanya suaraku lebih keras dari yang semestinya
aku tahu pasti dia beranggapan aku judes.
atau hanya sedang judes.
bagiku sama saja.
"bukan begitu.. mungkin kamu bisa menceritakan masalahmu.. kali-kali aja kami bisa membantu.."
tidak kurasakan ada paksaan dalam kata-katanya.
tapi penempatan kata 'kami'-nya membuatku mencelos
"tak perlu. satu-satunya yang kuinginkan adalah besok pagi aku bangun, tidak di sini, di tempatku sendiri.. melakukan yang biasa aku lakukan. tidak ingat sedikitpun tentang orang-orang ini (*yang artinya kamu termasuk di dalamnya*)"
"jangan begitu.. kami kan juga ingin jadi temanmu.. atau setidak-tidaknya menjadi bagian dari orang-orang yang mengisi sebagian waktu hidupmu.."
"tak usah repot-repot.. aku pasti sudah akan lupa semuanya besok pagi.. atau senja nanti.. kalau aku bisa mengejar kereta malam ke timur pulau ini"
"kami pasti sedih. setidaknya aku."
kebungkamanku mulai membuatmu jengah. juga diriku.
sunyi menjadi belati yang mendedah-dedah jantung, denyutnya teramplifikasi jadi guntur.
"umm,.. "
kamu bingung mau membawa percakapan ini ke mana.
aku masih batu.
"ehh..."
kamu mungkin bingung, mencari alasan untuk meninggalkan arena percakapan yang kau sendiri pencetusnya.
"pergi saja.."
kau terkejut. padahal tidak perlu.
aku tahu dari mukamu yang mungkin terangkat tiba-tiba, pandangmu melebar, tertusuk ke entah apaku yang masih juga batu, hanya peduli pada penglihatan entah di awang jauh sana.
aku tidak melihatmu, tapi aku tahu. pasti begitu.
tersentak kamu berdiri, beranjak ke sejajaranku, memasukkan kedua tanganmu ke saku PDL-mu, seperti biasa.
pandanganmu mencoba mencari-cari apa yang sedang aku pandangi berlama-lama: yang membuat embun meleleh di pipiku, yang kini sudah kering di bawa debu kota asing ini.
aku tidak melihat semua yang kamu lakukan, tapi aku tahu.
kamu mengambil nafas, berat dan panjang. seolah itu bisa memperbaiki semuanya.
kebersamaan kosong ini sudah terlalu lama.
aku ingin mengakhirinya.
"pergilah.."
berharap dia tahu sia-sia saja tukar kata ini.
"orang-orang ini bermaksud baik padamu. kenapa harus men..."
"besok pagi aku akan kembali pada kehidupanku yang lama. tidak ingat apapun tentang hari-hari yang kusiakan di sini. hidup lagi. menjadi diriku sendiri. melupakan semua wajah-wajah baru yang kutemui di sini. sedikitpun tidak tersentuh bayang-bayang tempat ini.. sedikitpun tidak..."
"ya sudah kalau begitu.."
ada kekecewaan di sana, tertelan bersama helaan nafasmu. benarkah?
latar setting, penokohan, tidak akan penting lagi. maka konflik pun menjadi tiada arti lagi. begitu bukan?
kamu berbalik, pergi. punggungmu yang besar membuat sudut tertentu, seperti bisma yang telah melihat nasib anak cucunya. aku tidak melihatnya, tapi aku tahu. hanya tahu.
seperti halnya aku paham yang tidak kamu katakan, atau yang tidak sempat kau katakan: "jadi.. kau anggap apa selama ini? kami juga berhak menempati istilah 'teman' atas semua yang sudah dan belum kami lakukan untukmu.. tidakkah kau pikir kamu ini sangat-sangat kelewatan?"
kami.. kami.. entah kenapa aku jadi benci sekali dengan kata itu, hey orang besar yang kini telah hilang dari pandangan batinku.

No comments: