Thursday, October 29, 2009

Apakah Multiple Personality?

Hari ini adalah hari Kamis, dan besok adalah Jum'at, Jum'at yang tidak saya ketahui apa-apanya. Tapi ketika saya pikirkan lagi, ternyata sekarang sudah hari Jum'at. Jum'at yang sempurna, menurut bulan di luar sana (*jika ada..*). [Ada apakah dengan hari-hari, Bong? Apakah kamu hanya sedang melow saja? Jika nama boleh tanpa arti, apakah hari juga demikian, itukah yang engkau pikirkan...? Apakah bedanya Jum'at yang engkau tunggu-tunggu dan Senin yang membuatmu merasa menuju kegilaan (*aargghh*) ...?]


I don't wanna do this anymore.. [Begitu selalu kau bilang.. Tapi lihatlah..]


Lalu hari ini, hari Jum'at ini. [Apa artinya hari Jum'at ini?]


Hmm,.. [Keputusan.. Pilihan.. This is all about! Jadi...?]
Bukan milik kita. [Sudah jelas! Lalu kenapa...?]
Satu detik ke depan pun bukan milik kita. [Apalagi?]
Pilihan-pilihan itu, keputusan-keputusan itu, pun bukan milik kita.. [Sadly, yes..]
Maka Jum'at ini, aku berdoa,
semoga DIA memilihku, memilihku, memilihku, memilihku, memilihku, memilihku, memilihku, memilihku, memilihku, memilihku, memilihku, memilihku, memilihku, memilihku, memilihku, memilihku, memilihku, memilihku, memilihku, memilihku, memilihku, memilihku, memilihku, memilihku, memilihku, memilihku, memilihku, memilihku, memilihku, memilihkuuuu... aamiiin..!
Ya, semoga dia dengan huruf kapital memilihku. [Untuk apa?]
Ah.. dirimu kan sudah tau Master, untuk apa? [Ehemm.. ]

Cebong. [Dan mastermu].



Sunday, October 25, 2009

Kalah Cepat

Sebenarnya saya pengen nulis yang ini, namun tampaknya saya kalah cepat dari resi blogging satu ini, hehe.. Yow..

Selain yang itu, ada juga tulisan yang intinya: kalian putra putri terbaik bangsa, disubsidi untuk jadi intelek, bukan untuk menyontek!

^^ better than last year lah..

Saturday, October 24, 2009

Happy Maternity



yeauh..
happy maternity, untuk teman-temanku yang akan segera (*atau malah sudah*) menjadi ibu beberapa waktu lagi..

Helda, Helni, Nana, Arin, Ani, Muthie, Sisu, Ira, dll..

semoga menjadi anak yang shalih dan shalihat.. Be a great mother!

== dioprek dengan CorelDraw X4; hehe.. lagi tergila-gila dengan vektor!==

Monday, October 19, 2009

Re~sensi: Perjalanan Bulan ini

The Traveler's Tale

Aditya Mulya, dkk.

Kisahnya membetot semua perhatian; diukir dengan latar menawan dan keunikan tokoh-tokohnya. Diksi dan anekdotnya segar. Sudah bisa ditebak, tapi tetap membuat penasaran. Ringan, energik, namun dangkal. Begitulah, racikan yang lezat namun tidak membuatmu lebih gemuk. Adakah penokohan yang saya suka di sini? tidak. Nice book, though.


The Journal of A Muslim Traveler

Heru Susetyo

Membaca buku ini, adalah membaca buku sejarah. Ditingkahi banyak kesalahan dan minimnya deskripsi keindahan yang biasanya dijanjikan oleh sebuah buku perjalanan, buku ini tetap bisa dibaca saat kita merindukan kabar saudara-saudara kita di negeri lain. Dan yang lebih utama: mengingatkan diri kita kembali; apa tujuan perjalanan kita. Salut untuk Heru Susetyo yang konsisten dengan pemaknaan perjalanannya. Perjalanan yang bukan sekedar untuk ada atau mengadakan perjalanan. Tapi perjalanan untuk yang transenden dan penyelaman hakikat manusia: dengan bicara dan berkaca pada manusia-manusia lain, berusaha memahami siapa, mengapa, dan bagaimana. Tak akan lengkap pemahaman saya mengenai traveling, sampai saya membaca pengantar buku ini yang menghantarkan saya pada sebuah simpulan: saya pun adalah seorang pejalan.

Keliling Eropa dengan 2000 dollar

lupa eh lupa.. pokoknya ada lah.. ntar disusulin

The Witch of Portobello

Paulo Coelho

Sebuah perjalanan, pencarian spiritualitas. Dan endingnya adalah kejutan.

Bagi saya yang lebih menyukai suspense, misteri, sci-fi, atau sejarah, buku yang ‘mendalam’ ini pada beberapa bagian membuat saya lelah: saya harus membaca buku ini, karena saya harus dan saya bilang begitu! (*mengenai buku Coelho Sang Alkemis, dulu saat orang berbondong-bondong baca, saya langsung menyerah tanpa membuka-buka, seolah tak ada chemistry sama sekali.. entahlah, mungkin lain kali ada kesempatan baca*). Memang bukan jenis buku yang membuat saya terpaku dan tak bisa berkedip (*haha, awas kelilipan*), tapi bukannya membosankan. Bayangkan sebuah ziarah panjaaang ke rumah nenek kita di desa (*haha, basi..*) di mana perjalanannya relatif monoton tapi kita tahu nanti di tempat tujuan kita akan mendapat banyak hadiah: pertemuan dan penemuan berharga, keramahan dan pencerahan, yang mungkin justru akan membawa kita pada titik awal, tempat kita berangkat. Samakah kita di titik awal sekarang dengan titik awal kita berangkat? Kita sendiri yang memaknai.

Mengenai isi, sepertinya nama Coelho sudah menjadi jaminan. Apalagi tentang teknik penceritaan. Sudut pandang penceritaan yang unik, dimana sang tokoh utama tak pernah sekalipun menampakkan diri ataupun suaranya, semua berdasarkan sudut pandang orang ke tiga, memberi kita lempeng-lempeng mozaik yang akan terangkai menjadi sebuah gambar paripurna.



Fatimah Az-Zahra

Dr. Ali Syariati

Perjalanan mengenal sang kekasih Rasul.

Agak susah diterima oleh pemahaman saya yang telah dikemas dengan sudut pandang suni: wanita perkasa yang selama ini begitu tangguh dan ‘perfect’ dilemahkan sebagaimana rupa.. mungkinkah orang yang oleh penulis sendiri dikatakan sejak kecil ditempa dengan pendidikan nabawi dan asahan ruhani bisa dengan gampangnya menjadi wanita yang luncur larut dalam dendam kesumat; hanya karena harta dan tahta.. Oo alangkah dangkalnya.. Apa yang ditulis dan dikatakan dalam buku ini demikian berjarak: logika dan paparan yang ditulis di awal dilemahkan oleh subjektivitas penulis yang kelewat batas. Adalah hal yang lumrah sebuah karya apapun mendapat limpahan sisi eksternal penulis, namun mencampur adukkan biografi seseorang dengan ‘karangan’ penulis adalah sebuah dosa paling fatal yang bisa dilakukan oleh seorang cendekiawan yang pada halaman awal menjanjikan akan mengenalkan kita pada Fathimah yang sebenar-benar. Tanpa rujukan dan perbandingan pendapat orang lain, buku ini adalah potongan yang berat sebelah, sebuah sudut yang dibidik oleh mata Syiah. Entahlah. Wallahu’alam bishshawaab.



Life of Pi

Yann Martel

Seandainya aku menjadi Okamoto, aku pun akan mengatakan hal yang sama: aku lebih suka yang ada binatang-binatangnya!

Sebuah perjalanan seorang anak India yang etrombang-ambing di tengah Samudra Pasifik selama lebih dari tujuh bulan. Ironis, menghentak-hentak kesadaran dan mendobrak nilai-nilai yang selama ini kita kenal sebagai rasa kemanusiaan, demi sebuah kata: hidup!



Arok Dedes

Pramoedya Ananta Toer

Seri pertama dari tetralogi Tumapel. Sebuah insight baru, memahami perjalanan Arok-Dedes dan jatuh-bangunnya Tumapel dari sudut pandang sosio-politis; disucihamakan dari unsur dongeng dan kutukan. Worth reading. Sayang, seri dua belum ditemukan naskahnya (hanya sebagian yang bisa diselamatkan). Tak sabar ingin menuntaskan dan meluruskan 'sejarah' di kepala saya.

Membunuh Orang Gila

Sapardi Djoko Damono


Yah, sastra :) hm, kumpulan cerpen yang ditulis oleh sang resi puisi ini memang kalah greget (*menurut saya lah*). Tapi dua cerpennya (yang salah satunya bercerita tentang rumah) mampu membuat semuanya worthed. Mungkinkah ini perjalanan SDD untuk merambah dunia cerpen? Atau saya saja yang kurang tahu buku kumpulan cerpennya yang lain...? hmm..





Desain Graffiti dengan Coreldraw X3

Slamet Hariyadi


Pastinya ini perjalanan untuk belajar menjadi desainer yang oke. Ilustrasi yang ditampilkan cukup membantu (*karena step by step*). Yup, buku ini menggugah saya menyelesaikan yang ini, tapi gagal membuat saya jago bikin graffiti.. haha.. may be next time...

Sunday, October 18, 2009

Gaara Fin

yeah, finally it's final.. ^^;
dengan beberapa kali tracing dan sedikit muslihat, akhirnya lunas sudah janji saya pada diri saya sendiri untuk memperbaiki nih gambar.. Belum bisa mewarnai 'sehidup' yang saya inginkan, tapi saya puas udah membuktikan keampuhan CorelDraw X4 untuk beginner dodol kayak saya ini.. hehehe.. Thanks lot to Muhramla for the original picture. Gambar gedenya diunggah di Deviantart,, yup..

Wednesday, October 14, 2009

Menunggu

kamu terombang-ambing; antara menunggunya dan menunggu-nunggunya,
meski sesungguhnya kamu berharap dia tak akan pernah datang..

ajaib bukan, satu manusia hanya memiliki satu hati
tapi satu hati bisa memiliki kelewat banyak keinginan..

memang benar menunggu itu misteri,
tapi menunggunya,
menunggui satu persatu tetandanya yang tiba lebih dulu,
adalah sebuah kepastian yang lugu
: rambut yang memutih, mata yang melabur, penghuni-penghuni baru tak diinginkan menyusup tubuhmu satu per satu..

lalu tiba-tiba pengantinmu itu pun tiba, sebuah perjalanan tak terceraikan, diusung dalam keranda...

KIBO

untuknya, yang tersenyum di bumi baru

HE brought you there on a mission.. Not dropped you on an unknown place just like that..
HE brought you there, so HE had already set all that you need..
new friends
new family
new strength
new patient
new passion
new point of view
new ikhlas..

may all the difficulties you find, Alloh will make them easy for you to overcome, with thankfulness and HIS Mercy.. InshaALLOH.. HE loves you in HIS very own way..

=syawal, dasa hari pertama=

ternyata kata-kata itu kembali, untukku..

tawar

aku ingin menyapamu, seperti hujan yang berlari sore ini: tiba-tiba datang, tiba-tiba pergi..
tapi engkau bukannya perlu disapa, engkau tahu setiap derak daun dan sayup bisik jiwa, setiap yang tersesat dan yang melewatkanmu dengan sengaja..
ah.. engkau engkau..
yang berlari menyongsong saat aku lata menghiba
sang saksi betapa seringnya kata mengkhianati makna
maka
aku ingin menyapamu, dengan kata yang telah cerai dari makna dan rasa: utuh sekedar kata
andainya engkau punya penyeranta..


;oktober medio;

Friday, October 02, 2009

tentang .ppt

x: eh, gimana tuh nasib terakhirnya si aya, kalila, sama azzam.. gak nonton euy..
y: ya gitu deh.. akhirnya si azzam nikahnya sama aya..
z: lho, bukannya terakhir si aya ngga mau ya? jadinya sama kalila?
y: iya.. pas hari H banget, pas mo akad nikahnya banget, si kalila ngomong apa githu.. pokoknya ngga jadi aja.. dan hari itu juga jadinya nikah ama aya..
z: heeeuuuhh...?! betul-betul absurd..
y: ya gitu deh.. emang suka lebay si pepete mah..
z: lebay bangettt....! segitunya banget.. masak romantika bla bla bla..
A: (*tokoh yang dari tadi memonitor obrolan xyz*) ah itu mah bagi kalian yang selalu jomblo, yang nggak pernah pacaran.. coba titik-titik dst. dst.. (*pokoknya gubrak!*)



Aargggh,,,, hasyeem!! jangan tebak yang mana cebong, hehe..

Resensi: NEXT

Judul Novel : NEXT

Penulis : Michael Crichton

Genre : Fiksi Ilmiah

Alih Bahasa : Gita Yuliani K.

Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama

Tempat/ Tahun Terbit : Jakarta, April 2009

Jumlah Halaman : 488 halaman



Pernahkah Anda berpikir bahwa suatu saat Anda bisa mendapat kesulitan besar hanya gara-gara menyumbangkan beberapa mili darah Anda? Mungkin hal itu masih jauh dari angan-angan Anda saat ini, namun setelah Anda membaca novel ini, saya jamin Anda pasti berpikir setidaknya dua kali sebelum merelakan setiap mili jaringan Anda jatuh ke tangan orang lain. Bagaimana tidak? Saat bioteknologi sudah berkembang sedemikian maju, setiap bagian dari tubuh kita adalah sebuah aset data yang bisa dimanfaatkan, bahkan dimanipulasi, demi kepentingan tertentu. Sebutlah uji DNA untuk identifikasi jati diri seseorang, identifikasi gen-gen pembawa sifat tertentu yang bisa jadi digunakan sebagai dasar bukti kasus hukum, dsb. Semua ini akan Anda temukan dalam rajutan kisah NEXT yang menawan.

Bayangkanlah langit yang biasa kita berwarna biru atau kelabu, suatu saat nanti akan dihiasi awan berwarna-warni yang membentuk logo atau nama perusahaan tertentu. Muncul di saat tertentu, lalu menghilang lagi untuk muncul di bagian langit yang lain dengan pendaran warna yang lain pula. Hal ini bisa dibuat dengan menebar nano partikel di udara, dikombinasikan dengan bakteri tertentu, lalu direkayasa dengan mengatur aspek cuaca lainnya. Sekarang, mari bayangkan dunia iklan yang lain lagi: ikan berenang di samudra, zebra dan jerapah berkeliaran di sabana, burung-burung terbang di alam liar; semua dengan sisik, sirip, dan bulu yang membentuk logo atau nama perusahaan tertentu. Menarik bukan? Pertanyaannya kemudian, bagaimana jika hal ini dihadapkan dengan aspek moral dan psikologikal manusia. Lebih dari sekedar hambatan kelembaman masyarakat untuk menerima hal-hal baru, rekayasa dan eksploitasi terhadap alam oleh industri kapitalis semacam ini bisa saja membawa bencana bagi kelestarian hayati. Mereka bisa saja berdalih bahwa mereka membuat hubungan saling menguntungkan dengan lingkungan: mereka menyumbangkan dana yang tadinya untuk promosi menjadi dana penyelamatan lingkungan. Tapi benarkah itu sebanding?

Isu keberadaan Orang Utan Sumatra yang bisa bicara yang diduga hasil rekayasa genetika makhluk hybrid antara manusia dengan primata, disinggung juga oleh novel ini. Adanya keterikatan geografis tentunya menjadi daya tarik tersendiri bagi kita, orang Indonesia. Hal ini, di sini lain, membuat saya tergelitik, mengapa justru orang lain yang lebih cekatan mengeksplorasi kekayaan sumber cerita alam liar negeri kita. Kapan kiranya akan lahir karya-karya anak bangsa yang bertopang pada kekayaan hayati kita yang didukung daya kreativitas asli, bukan sekedar kisah tragis yang kelewat dieksploitasi (ambil contoh kisah Manohara).

Bioteknologi adalah sebuah Kotak Pandora yang membuat semua orang penasaran lalu ingin membukanya. Sebagian terlalu larut dalam euphoria berharap pada mukjizat ilmu pengetahuan, sebagian terlalu paranoid menafikan segala peluang yang terbuka bagi kesejahteraan. Namun yang dijanjikan oleh alam adalah dua mata uang yang sudah ‘sepaket’. Untung rugi adalah sebuah kepastian. Demikian juga dengan bioteknologi yang membuka kemungkinan-kemungkinan baru dalam bidang pengobatan penyakit yang sementara ini dianggap tak bisa disembuhkan, juga pengadaan sumber daya pangan. Tentu saja ini adalah hal yang sangat baik dan dinanti-nantikan. Namun efek dominonya sudah bisa diramalkan: angka harapan hidup meningkat tentunya akan diikuti pula oleh peningkatan kebutuhan akan pangan dan perumahan, kelangkaan sumber daya, perubahan lanskap bisnis pengelolaan dana pensiun; pendeknya masalah baru bagi pemerintah. Keadaan ini pada gilirannya akan mengubah tata wajah dunia. Akan baik atau burukkah pada akhirnya? Sepertinya kita harus menunggu beberapa dasawarsa lagi untuk mengetahui jawabannya, karena novel ini adalah sebuah insight yang mendahului masanya.

Sayang, bila dibandingkan dengan buku Michael Crichton yang lain seperti Prey atau Sphere, novel ini bisa dibilang kurang fokus. Begitu banyaknya masalah yang disorot berefek pada kurang tajamnya penokohan dan adanya beberapa fragmen cerita yang belum mendapatkan kepastian penyelesaian. Dengan mengesampingkan beberapa kesalahan minor pada penulisan, karya terakhir Michael Crichton ini sangat layak untuk dibaca dan dikoleksi, terlebih bagi Anda yang berkecimpung di bidang ilmu hayat atau yang tertarik dengan ilmu genetika. Tentu saja, sebagai sebuah karangan fiksi, buku ini menyisakan banyak ruang perdebatan. Namun, dengan adanya sembilan halaman bibliografi (yang secara khusus dikomentari oleh sang penulis, memberi kita gambaran umum pustaka tersebut) tentunya menjadi jaminan bahwa novel ini bukanlah sebuah fiksi ilmiah yang main-main.

Resensi: Contact

Membaca novel ini membuat saya cemburu; pada tokoh utamanya yang seorang fisikawan wanita itu.. (haha! Kayak anak eSDe aja, iri-irian.. da’ tapi ya begitulah si cebong ini!) hmm, harus diakui, sampai sejauh ini kiprah wanita dalam bidang fisika memang belum banyak yang menonjol (apa akunya aja yang nggak tau ya..? ah, dodol.. selain Madam Currie, saya belum tau nama laen lagi..)

Ini buku terakhir dari sederet buku yang ingin saya lahap waktu itu.
Begitu beres baca, rasanya pengen segera bikin resensinya (dirasain mulu, nggak dikerjain.. huehhehe.. sami mawon dengan dodol). Jadilah nih resensi dibuat saat ini 29/09/2009 1:02:49 (*itu juga karena ngga bisa tidur aja, bukan nyengaja ya bong? Weks.. Padahal jadinya ‘curhat buku’ ya? Bukan resensi, weks.. *)

Ya, ditaruh di list terakhir, karena setelah membaca ‘koper’nya, asa tuuut gitu deh.. ilfil ingat cerita-cerita ETI (*bukan tentang penjual jamu gendong bernama mbak yu Eti yang mati lalu bangkit lagi.. bukan.. eta mah pelem Indonesia biasanya..*) buatan Beros Warner yang gitu itu (*nggak masup akal; bikin pengen nendang udel sutradara dan penulis se-kena-rio-nya*). Ditambah lagi, pas skimming page ending (weeh?) asa udah pernah baca cerita pendek yang miriiiiiiiiiip banget sama itu. (*hehe, daku bacanya di Annida, pas jaman kuliah ngampar terlantar di basement perpus pusat terkapar setelah mabok jurnal.. hayah.. *). Ya, pastinya tanpa membandingkan tahun terbit novel dengan cerpen itu pun, alam bawah sadar saya sudah tahu yang mana yang lebih original (*plok plok plok.. salah satu hal keren yang dimiliki cebong..! ck ck ck.. selain kemampuan bertransformasi dari cebong-bebek-cicak-cebong..*). Tapi tetap saja. Sudah kadung timbul prejudice tidak sedap akan novel ini. Padahal, sejujurnya (*dari hurup pertama juga jujur kan bong? Kok pake ‘sejujurnya’ segala.. hmm… jujur mah always atuh lah..*), saya lumayan tergoda saat ‘baca’ bab satu-nya. I knew this is gonna be a deep and long and ‘scary’ story. Dan saya tidak perlu meralat komentar saya itu, memang.

Deep, karena banyak pergulatan batin yang diulas di sana. Bagaimana seorang anak hawa (*hehe..*) menjadikan dirinya sebuah anak tangga (*hus, bukan mejik ala The Master.. ini metafora aja*) yang ingin selapis lebih tinggi mengenal hidup (*ya, fisika adalah segala tentang yang mati untuk menjelaskan yang hidup, bukan?*); sedikit membuka rahasia langit dan keagungannya yang mencengangkan. Keyakinannya bahwa Tuhan akan ‘berbicara’ sendiri padanya, telah membawanya pada perjalanan yang membawanya ‘kembali’. Gugatan-gugatannya atas keberagamaan, pada akhirnya harus berhadapan dengan kekerdilannya sebagai manusia. (*fyuuh.. inilah beda ‘penemuan’ novel ini dengan cerpen yang tadi saya bilang, yang tentunya bernafaskan islam. Hmm, inilah jalan amalmu menuju surga, wahai ilmuwan.. bahkan Ibrahimpun bertanya, bukan? Li-yathmainna qolbiy…*)

Long, banyak konflik (*motif kekuasaan, ketergila-gilaan pada pengetahuan, makna keluarga*), juga banyak kepentingan (*ambisi menjadi negara digdaya, bangsa terdepan, dendam tak berkesudahan, nama besar dan kekayaan*). Semua dibingkai apik dalam plot sederhana tapi menguras pikiran dibumbui ironi yang menghentak (*juga permenungan; betapa manusia-manusia bisa bertingkah konyol dan edan: begitu jugakah saya?*).

Scary, karena di sini saya bertemu contoh banyak hal dalam kelokan hidup ini yang siap memberi kita kejutan; yang kadang mematahkan perhitungan dan perencanaan seorang manusia. Kematian orang yang kita sayangi, rencana-rencana matang yang toh tidak mulus, kesalahan yang kita buat semata karena kita manusia (Bukan scary yang horror).

Ya, begitulah. Sekarang cebong tidur dulu 29/09/2009 2:26:10 not a bad one and half an hour.

Naon seeeh..? Udah nyampe sini tapi dari tadi isinya curhatan tentang pendapat cebong mengenai buku ini, ngga ada sama sekali resume jalan kisah sesungguhnya (*kan bukan resensi, sesuka saya dong! Makanya baca sendiri..*) biar bisa kenalan sama mBak Ellie dan maen bareng setilah-setilah fisikanya yang bikin ‘kaya’.

Eh, tapi ini saya tulis (*tanpa barang bukti*) dua bulanan setelah saya baca novelnya, jadi yang tersisa adalah kesan super-subjektif cebong (bahkan siapa penulisnya pun sementara ini saya lupa.. halah!). Tapi percayalah, ini buku layak konsumsi dan koleksi.. Percayalah!




Note: semua yang ada di antara tanda bintang adalah bagian yang (sejatinya) kena sensor mBah Dukun. Demikian, semoga dapat dipercaya dan tidak menularkan gila.


Note ngga penting part two: another thing that make me feel the ‘scary’ atmosphere is the correction wrote by the owner (editor, err...) of this book; somewhat made me think like: aarrrgghhh.. I’m nowhere near this level of addiction towards ‘reading’ (yet!).

Resensi: A Diary of Hee Ah Lee

Pertama mendengar nama ini, saya benar-benar tidak mendapat gambaran siapa sebenarnya pemilik nama ini; ilmuwankah, artiskah, politiciankah, entah.. Setelah tak sengaja membaca tulisan teman tentangnya, barulah saya beroleh penjelasan mengapa orang yang ternyata pianis ini istimewa. Tak dinyana perjalanan hidup membuat saya berkesempatan membaca sebagian kisah hidupnya. Ya, sebagian saja karena buku ini baru seri satu, babak duanya mungkin lain kali kalau ada kesempatan yeah..


Hal pertama yang mau saya komentari adalah buku ini gambar ilustrasinya oke punya! Walaupun banyak kesalahan ejaan dan penulisan, plus ada beberapa bagian yang tidak konsisten (antara gaya bahasa aku-an dan dia-an) yang cukup membingungkan, selebihnya adalah tulisan sederhana yang gampang dicerna dan direnungkan. Iya, renungkan betapa beruntungnya kita, bisa membaca, berlari, berpikir tanpa banyak kesulitan (*khusus saya, bisa dapat buku ini, hehe.. thanks, pal!). Others might not..


Entah saya berekspektasi terlalu tinggi, kenyataannya buku ini sama sekali (atau kurang sekali?) menyentuh bagian yang paling ingin saya ketahui: bagaimana taktik dan perjuangannya menjadi seorang pianis dengan keempat jarinya (maksudnya secara teknis gitu.. ). Isi buku ini sendiri cukup menarik, tentang gambaran kehidupan Hee sejak sebelum lahir sampai saat sekarang. Namun gambaran yang diketengahkan di sini adalah gambaran hidup Hee sebagai seorang manusia dengan kebutuhan khusus, tentang kesulitan-kesulitannya menghadapi hidup, juga perjalanan umumnya menjadi seorang pianis. Lebih mirip catatan harian seorang anak ‘pada umumnya’ (hayah, judulnya aja diary! Please deh.. ^^;). Hmm, entahlah, susah menjabarkannya.. (*halah..*) jadi sampai sini aja resensinya.




Waktu akan berkata jujur padamu, tentang siapa di balik kulit ini..

Seperti Guruku, Semut


Yaa Alloh,
Berikanlah hikmah kepada hambaMU ini agar senantiasa istiqomah sebagaimana seekor semut menuju tujuannya, dan tak pernah berhenti, hingga kutemui tujuanku atau ajalku..


Gambar milik: www.wildliferanger.com

++ taushiyah yang terngiang kembali,
Pak Agung, terima kasih untuk pembelajarannya..++

Langit, Angin, dan Ilalang

"Semangat tak pernah mengenal waktu dan ngantuk :-)", kata langit yang gelisah menelusur tali makna takdir. Lalu angin menjawab sekembalinya dari kembara: "Hm, mungkin takdir itu perpaduan antara tetapan Allaah dengan usaha/ putusan manusia?"; sang ilalang tercenung. Bergoyang tak kentara menekuri akarnya yang serabut menciut, menonton dialog para kelana.

Pentingnya Hal Ngga Penting

Haha..

Kutipan dari dunia Niels Bohr yang ini yang paling keren (*menurut saya lah*):

Bohr pada Heisenberg, “Werner, kenyataan hebat adalah pernyataan yang sama benarnya dengan lawannya. Berbeda dengan HAL TAK PENTING yang lawannya adalah SALAH. Tugas kita sebagai ilmuwan untuk memperkecil kenyataan hebat menjadi HAL TAK PENTING!”

Hehe, I love it, Sir!

Remind me of my lecturer’s saying: kalau Anda tidak bisa menjelaskannya secara sederhana, itu artinya Anda BELUM mengerti!

Longing for the day I would be the duckling surrounded by great scientists all around..

Hwaaaaah… Will that day ever happen =)

Hmm, adalah kesempatan besar untuk belajar dari orang-orang besar di sekitar kita, maupun yang telah tiada. Sayang sekali, sampai usia segini, bisa dibilang saya baru baca tiga biografi fisikawan (*itu pun dalam bentuk komik, hikz*): Hawking, Einstein, dan Bohr. Oh iya, yang belum tuntas (*whaaat..? baru inget dulu pengen namatin e-booknya, tapi gara-gara filenya dilenyapkan virus, lupa deh.. euuh!*) Feynmann. Haha, dangkal sekali ya Nak! Ayo berburu lagi… :)