Saturday, January 29, 2005

Mencintai itu Keputusan

Mencintai itu Keputusan
Oleh : Anis Matta

Lelaki tua menjelang 80-an itu menatap istrinya. Lekat-lekat. Nanar. Gadis itu masih terlalu belia. Baru saja mekar. Ini bukan persekutuan yang mudah. Tapi ia sudah memutuskan untuk mencintainya. Sebentar kemudian ia pun berkata, “ kamu kaget melihat semua ubanku? Percayalah! Hanya kebaikan yang akan kamu temui di sini.” Itulah kalimat pertama Utsman Bin Affan ketika menyambut istri terakhirnya dari Syam, Naila. Selanjutnya adalah bukti.
Sebab cinta adalah kata lain dari memberi... sebab memberi adalah pekerjaan... sebab pekerjaan cinta dalam siklus memperhatikan, menumbuhkan, merawat, dan melindungi itu berat... sebab pekerjaan berat itu harus ditunaikan dalam waktu lama.. sebab pekerjaan berat dalam waktu lama begitu hanya mungkin dilakukan oleh mereka yang memiliki kepribadian kuat dan tangguh... maka setiap orang hendaklah berhati-hati saat mengatakan, “Aku mencintaimu.” Kepada siapa pun!
Sebab itu adalah keputusan besar. Ada taruhan kepribadian di situ. “Aku mencintaimu,” adalah ungkapan lain dari, “Aku ingin memberimu sesuatu.” Yang terakhir ini juga adalah ungkapan lain dari ,”Aku akan memperhatikan dirimu dan semua situasimu untuk mengetahui apa yang kamu butuhkan untuk tumbuh menjadi lebih baik dan bahagia... aku akan bekerja keras untuk memfasilitasi dirimu agar bisa tumbuh semaksimal mungkin... aku akan merawat dengan segenap kasih sayangku proses pertumbuhan dirimu melalui kebajikan harian yang akan aku kulakukan padamu... aku juga akan melindungimu dari segala sesuatu yang dapat merusak dirimu dan proses pertumbuhan itu...” Taruhannya adalah kepercayaan orang yang kita cintai terhadap integritas kepribadian kita. Sekali kamu mengatakan kepada seseorang , “Aku mencintaimu,” kamu harus membuktikan ucapan itu. Itu deklarasi jiwa, bukan saja tentang rasa suka dan ketertarikan, tapi terutama tentang kesiapan dan kemampuan melakukan pekerjaan-pekerjaan cinta: memperhatikan, menumbuhkan, merawat , dan melindungi.
Sekali deklarasi cinta tak terbukti, kepercayaan hilang lenyap. Tak ada cinta tanpa kepercayaan. Begitulah bersama waktu suami atau istri kehilangan kepercayaan kepada pasangannya. Atau anak kehilangan kepercayaan kepada orang tuanya. Atau sahabat kehilangan kepercayaan kepada kawannya. Atau rakyat kehilangan kepercayaan kepada pemimpinnya. Semua dalamsatu situasi : cinta yang tidak terbukti. Ini yang menjelaskan mengapa cinta yang terasa begitu panas membara di awal hubungan lantas jadi redup dan padam pada tahun kedua, ketiga, keempat, dan seterusnya. Dan tiba-tiba saja perkawinan bubar, keluarga berantakan, persahabatan berakhir, atau pemimpin jatuh karena tidak dipercaya rakyat.
Jalan hidup kita biasanya tidak linear. Tidak juga seterusnya pendakian. Atau penurunan. Karena itu konteks di mana pekerjaan-pekerjaan cinta dilakukan tidak selalu kondusif secara emosional. Tapi di situlah tantangannya: membuktikan ketulusan di tengah situasi-situasi yang sulit. Di situ konsistensi diuji. Di situ juga integritas terbukti. Sebab mereka yang bisa mengejawantahkan cinta di tengah situasi yang sulit, jauh lebih bisa membuktikannya dalam situasi yang longgar.
Mereka yang dicintai dengan cara begitu, biasanya merasakan bahwa hati dan jiwanya penuh seluruh. Bahagia sebahagia-bahagianya. Puas sepuas-puasnya. Sampai tak ada lagi tempat untuk yang lain. Bahkan setelah sang pencinta mati. Begitulah Naila. Utsman telah memenuhi seluruh jiwanya dengan cinta. Maka ia memutuskan untuk tidak menikah lagi setelah suaminya terbunuh. Ia bahkan merusak wajahnya untuk menolak semua pelamarnya. Tak ada yang dapat mencintai sehebat lelaki tua itu.

-- Menyadap secawan asa dari Pohon Tarbawi, Februari pekan perdana --
Selamat kepada Anda semua yang telah memutuskan untuk ‘MENCINTAI’, tidak sekedar mencintai... hingga yang ada hanyalah : “Aku akan memperhatikan diriMU dan semua situasiMU untuk mengetahui apa yang KAMU butuhkan untuk tumbuh menjadi lebih baik dan bahagia... aku akan bekerja keras untuk memfasilitasi diriMU agar bisa tumbuh semaksimal mungkin... aku akan merawat dengan segenap kasih sayangku proses pertumbuhan diriMU melalui kebajikan harian yang akan aku kulakukan padaMU... aku juga akan melindungiMU dari segala sesuatu yang dapat merusak diriMU dan proses pertumbuhan itu...”
Dan ternyata... MU di sini adalah MU yang sungguh tak butuh apa-apa dari kita. Kitalah yang membutuhkanNYA. Selamat! Selamat buat Anda semua yang memutuskan untuk MENCINTAI-NYA, kekasih sejati kita!

No comments: