Thursday, January 20, 2005

Ino




Matahari redup saja. Langit menjadi atap bagi jiwa-jiwa ringan yang beterbangan di kehijauan Dago Pakar, Taman Hutan Raya Djuanda. ‘Hanya’ mata-mata bening yang seakan tembus cahaya, mencerminkan kepolosan bocah yang tak terjamah. Mata-mata yang akan selalu kau rindukan, sekali saja kau longok ke dalamnya. Tak kan bisa kau lupakan….



Namanya Samino. Tapi biasanya cukup dipanggil Ino saja. Sederhana bukan? Mungkin jauh lebih sederhana dari perjalanan dasawarsa pertama hidupnya. Berlarian di antara teman-temannya yang tak jauh beda usia. Teman-temannya yang juga suka memandang terpana jika orang sekitarnya mengeluarkan barang berharga yang lumayan bertekno. Teman-temannya yang baju terbaiknya bolong di dengkul, atau lengannya kekecilan. Atau warnanya sudah pudar. Atau ujungnya kedodoran. Atau.. mungkin pinjaman. Teman-temannya yang tersenyum malu-malu kalau disuruh maju. Teman-temannya yang semangat kalo diajak nyanyi-nyanyi. Teman-temannya yang berebut binokular buat bird-watching. Teman-temannya yang… mirip dengannya.
Puluhan prajurit-prajurit kecil yang berkembang di jantung hutan, menyerap energi alam. Dan aku menghisap remah-remah senyum yang mereka tebarkan ke segenap mata angin. Senyum yang alami. Tanpa tendensi. Beberapa belas kakak Panitia mengembara sejenak ke negeri beberapa puluh pasang mata bening calon pengukir sejarah masa depan bersama dzikir beberapa punggung bukit yang terpekur tenang dipayungi keteduhan beberapa gumpal awan dan celoteh tak terindera beberapa ekor kupu-kupu juga beberapa kulum senyum di beberapa daun kuning yang menyongsong bumi dan beberapa kelopak yang terayun menyongsong angin.
Ino. Ocehan polosnya bersaing dengan desau udara dan pekik burung-burung. Semangat dan gagasan kanak-kanaknya jernih memotret gua tua yang tampak tak menyurutkan nyalinya. Tak bisa diam. Dan waktu terus bergulir…

No comments: