Dengan judul besar liburan, dan subjudul reunian dengan orang-orang, pulang kampung yang sekarang ini benar-benar.. hmmph.. Banyak ibroh juga siyh.. (*mulai dari terpaksa ganti tiket kereta dari rute Bandung-Kediri menjadi Bandung-Kutoarjo disambung Kutoarjo-entahlah (yang jatohnya lebih mahal dan lama) demi mendapat tempat duduk.. hehehe, yang bikin ribut bin bingung para petugas kereta.. Yup, musim liburan gini kereta ekonomi memang super berjubel dah.. kalau ngga nekad atau berjiwa petualang, mending jangan deh.. apalagi kalau bawa textbook biologi yang segede gambreng plus diktat setumpuk sendirian seperti saia kemarin, saia sarankan betul-betul: JANGAN!
Banyak hal di dunia ini yang oleh sebagian orang dikategorikan sebagai hal yang dodol, dapat terjadi begitu saja. Misalkan: melakukan perjalanan jauh tanpa rencana yang detail dan mantap. Hahaha, dan sayangnya saia adalah penganut keras aliran ini. Fyuuh.. Kutoarjo-entahlah adalah sebuah bukti betapa manusia (eh, cebong..) adalah makhluk yang adaptable (*atau ‘konyol’?). Hanya mengandalkan informasi sepotong-sepotong dari orang-orang tak dikenal (sesama penumpang kereta) saia memilih menukar tiket di detik-detik terakhir dengan rute tersebut (sebelumnya sudah bertanya pada petugas kereta, tapi You know lah, di saat riweuh begitu, apa yang bisa diharapkan.. ada juga saia ‘dipaksa’ ikut kereta sarden Kahuripan tea..). Sampai harus meloncati peron dan menitipkan kargo-naudzubillah-berat saia pada (lagi-lagi) orang tak dikenal. (Inilah saat-saat dimana saia sering mencandai Kcey, “Tuh kan.. makanya nikah.. coba kalo udah nikah, kan ada yang bawain..” Reply: “Lu butuh suami apa butuh kuli?” Hahaha…).
Kutoarjo-entahlah. Entahlah itu bisa Malang, Surabaya, atau malah Kediri, atau malah kota-kota lain di timur yang belum pernah saya singgahi? Entahlah. Dan pertanyaan ini baru benar-benar terjawab setelah mengantri di depan loket Sawunggaling, setengah tujuh. Jadwal kereta masuk Surabaya adalah jam empat sekian-sekian. Hmm, dengan asumsi ini kereta rakyat yang dua jam telat terdefinisi on-time, dan tidak ada pilihan lain lagi, resmilah saia menjadi ‘gelandangan’ peron sampai setidaknya dua jam kemudian. Kereta datang, dan berdirilah saia sampai kereta masuk stasiun Jogja. Apa Solo ya? Lupa. Pokoknya, di sinilah puncak pembelajaran itu: Kekuatan itu terletak pada besarnya jiwa, bukan kukuhnya badan! (*Arrgghhh.. to those young men who heartlessly-ruthless.. may Alloh forgive you, and me.. It has nothing to do with something they called “kesetaraan gender” oke.. )
So, sleep again and again and again, sambil chat sms dengan teman di Malang mengenai kemungkinan-kemungkinan rute yang bisa diambil. Haaarrgh… the chatter next to me so annoying.. Bapak-bapak ganjen yang sok pedekate pada mahasiswi cantik sebelahku. (Haha, mengingat diskusi kosan tepat sebelum saia berangkat yang mengambil topik sekuhara in public services, syukurlah aku tidak perlu berurusan dengan orang model ini.. karena aku kan ngga cantik, tapi super ****** heuheu… dan bukan mahasiswi, tapi cebong narsis, hihihi… *).
Oke, dan begitu dan begitu, pokoknya sampai Surabaya hanya sepuluh menit sebelum kedatangan kereta terakhir ke Malang (*ekspress boo.. akhirnya ngicipin kereta ini juga*). Rencanya bakal dijemput Bapak di stasiun Singosari, ternyata ditunggu-tunggu tiada muncul (rupanya ada miskom yang membuat saia terpaksa meminjam telepon di kantor polisi PJR dekat sana.. hihihi.. Polisi yang ini baik ya?). Nyampe rumah jam delapanan, lebih dari 24 jam perjalanan. Dan resmilah profesi saia menjadi teroris orang-orang dengan sms ngga penting ala cebong.. fufufufu.. (*temporary jadi malaikat pencabut pulsa, gomenne.. minna.. khushushon ila pengampu pulsa saia, hihihihi..*)
Benar-benar terasa pertolongan Alloh di setiap fragmen perjalanan ini. Terlebih saat silaturahmi ke Lumajang di mana sepupu-sepupu saia bercokol. Fyuhh.. ^^ tiga tahun tak ke sana, setiap tiga rumah, salah satunya sudah menjadi toko atau warung atau semacamnya. Hmm, perjalanan pertama saia dengan motor melintasi jalan pegunungan yang subhanaLLAH indah dan menegangkan (as my uncle’s motor is rather not ‘up-to-date’ if you understand what I mean..)
Yup, see you in Bandung, Pet..
Banyak hal di dunia ini yang oleh sebagian orang dikategorikan sebagai hal yang dodol, dapat terjadi begitu saja. Misalkan: melakukan perjalanan jauh tanpa rencana yang detail dan mantap. Hahaha, dan sayangnya saia adalah penganut keras aliran ini. Fyuuh.. Kutoarjo-entahlah adalah sebuah bukti betapa manusia (eh, cebong..) adalah makhluk yang adaptable (*atau ‘konyol’?). Hanya mengandalkan informasi sepotong-sepotong dari orang-orang tak dikenal (sesama penumpang kereta) saia memilih menukar tiket di detik-detik terakhir dengan rute tersebut (sebelumnya sudah bertanya pada petugas kereta, tapi You know lah, di saat riweuh begitu, apa yang bisa diharapkan.. ada juga saia ‘dipaksa’ ikut kereta sarden Kahuripan tea..). Sampai harus meloncati peron dan menitipkan kargo-naudzubillah-berat saia pada (lagi-lagi) orang tak dikenal. (Inilah saat-saat dimana saia sering mencandai Kcey, “Tuh kan.. makanya nikah.. coba kalo udah nikah, kan ada yang bawain..” Reply: “Lu butuh suami apa butuh kuli?” Hahaha…).
Kutoarjo-entahlah. Entahlah itu bisa Malang, Surabaya, atau malah Kediri, atau malah kota-kota lain di timur yang belum pernah saya singgahi? Entahlah. Dan pertanyaan ini baru benar-benar terjawab setelah mengantri di depan loket Sawunggaling, setengah tujuh. Jadwal kereta masuk Surabaya adalah jam empat sekian-sekian. Hmm, dengan asumsi ini kereta rakyat yang dua jam telat terdefinisi on-time, dan tidak ada pilihan lain lagi, resmilah saia menjadi ‘gelandangan’ peron sampai setidaknya dua jam kemudian. Kereta datang, dan berdirilah saia sampai kereta masuk stasiun Jogja. Apa Solo ya? Lupa. Pokoknya, di sinilah puncak pembelajaran itu: Kekuatan itu terletak pada besarnya jiwa, bukan kukuhnya badan! (*Arrgghhh.. to those young men who heartlessly-ruthless.. may Alloh forgive you, and me.. It has nothing to do with something they called “kesetaraan gender” oke.. )
So, sleep again and again and again, sambil chat sms dengan teman di Malang mengenai kemungkinan-kemungkinan rute yang bisa diambil. Haaarrgh… the chatter next to me so annoying.. Bapak-bapak ganjen yang sok pedekate pada mahasiswi cantik sebelahku. (Haha, mengingat diskusi kosan tepat sebelum saia berangkat yang mengambil topik sekuhara in public services, syukurlah aku tidak perlu berurusan dengan orang model ini.. karena aku kan ngga cantik, tapi super ****** heuheu… dan bukan mahasiswi, tapi cebong narsis, hihihi… *).
Oke, dan begitu dan begitu, pokoknya sampai Surabaya hanya sepuluh menit sebelum kedatangan kereta terakhir ke Malang (*ekspress boo.. akhirnya ngicipin kereta ini juga*). Rencanya bakal dijemput Bapak di stasiun Singosari, ternyata ditunggu-tunggu tiada muncul (rupanya ada miskom yang membuat saia terpaksa meminjam telepon di kantor polisi PJR dekat sana.. hihihi.. Polisi yang ini baik ya?). Nyampe rumah jam delapanan, lebih dari 24 jam perjalanan. Dan resmilah profesi saia menjadi teroris orang-orang dengan sms ngga penting ala cebong.. fufufufu.. (*temporary jadi malaikat pencabut pulsa, gomenne.. minna.. khushushon ila pengampu pulsa saia, hihihihi..*)
Benar-benar terasa pertolongan Alloh di setiap fragmen perjalanan ini. Terlebih saat silaturahmi ke Lumajang di mana sepupu-sepupu saia bercokol. Fyuhh.. ^^ tiga tahun tak ke sana, setiap tiga rumah, salah satunya sudah menjadi toko atau warung atau semacamnya. Hmm, perjalanan pertama saia dengan motor melintasi jalan pegunungan yang subhanaLLAH indah dan menegangkan (as my uncle’s motor is rather not ‘up-to-date’ if you understand what I mean..)
Yup, see you in Bandung, Pet..
2 comments:
.. Perjalanan yg melelahkan dan menyenangkan tentunya :) ... *berhasil komen setelah dg sabar menunggu signal GPRS yg on/off, masih di pedalaman mode on*
:D yeuh.. report langsung on the spot yah..?
Post a Comment