Dangkal, begitu kata teman sang perekomendasi. Tapi kepalang dibuat penasaran akan nasib tokoh-tokohnya, saya tetap berniat akan memburu lanjutannya. Trilogi fiksi yang bersetting Jepang di masa feodal ini mejadikan pertikaian berdarah antar klan sebagai benang merah. Rumit dan kaya deskripsi yang ‘Jepang banget’, cukup mengejutkan mengingat buku ini lahir dari tangan seorang Inggris yang menetap di Australia. Simak uraiannya berikut ini:
...Rumah mulai melantunkan lagunya di malam hari: bunyi piring yang dicuci, anjing diberi makan, beberapa orang penjaga yang sedang duduk mengawasi. Aku mendengar langkah pelayan ketika membentangkan alas tidur, bunyi sempoa dari ruang depan saat si pemilik rumah menghitung penghasilannya hari ini. Alunan malam mulai berkurang dan nadanya menjadi teratur: tarikan nafas orang yang sedang tidur, umumnya dengkuran, dan kadang desahan. Suara-suara orang dalam kesehariannya sangat menyentuh jiwaku. Aku memikirkan keinginan ayahku untuk hidup seperti orang biasa. Menangiskah dia saat aku lahir?
Begitulah dunia di telinga Takeo, si anak ajaib keturunan Kikuta yang memiki kemampuan pendengaran yang sangat tajam, mampu berada di dua tempat sekaligus, dan mampu menghilang. (*Hmm, mengingatkan saya pada salah satu tokoh di pelem Shinobi.. Ini pelem bagus lho :D masih setema dengan buku ini..*). Konflik terus bergulir di sekitar Takeo yang menjadi sentral tarikan kepentingan: pertalian darah dengan Kikuta yang memaksanya menjadi bagian dari Tribe pembunuh, hutang budinya pada Shigeru yang mengharuskannya menjadi pewaris Klan Otori, dan inti jiwanya yang tumbuh di bawah asuhan ibunya yang ‘bersih’ menurut kepercayaan Hidden yang melarang segala bentuk kejahatan dan pembunuhan. Penasaran?
No comments:
Post a Comment