dan aku lihat dirimu di sana
duduk di singgasana intelektualitas,
bersama para penggede yang satu titik nanti akan kamu lampaui kebesarannya
lalu lagu itu kembali menggema
kutipan-kutipan indah, efek samping dari penyakitmu yang kelewat kutu buku itu
tapi kata-kata indah tidak cukup untuk membuat otak-otak di kubangan ini menetas!
mereka, aku, dan kamu
mungkin hidup dalam dimensi yang sama
tapi tetap saja,
proyeksi kita bersilangan sekian derajat!
beberapa di antara kita mendekati bejat!
aku lihat tahta yang itu tidak lagi berdaya
tinggal selongsong kilau miskin makna
meringis aku
membayangkan tiga puluh ribuan nyawa,
tiga bulanan lagi akan bersabung memperebutkannya
lalu jutaan yang tak pernah sempat berlaga
mengais-ngais sisa koran yang dibuang mereka-mereka yang kalah
atau mengasak sisa pesta si menang
terhenyak aku sadari,
pikiranku sendiri telah busuk
terlalu prematur memandang mentari pagi:
apa benar masih akan ada esok hari?
kembali mataku berpijak
di matamu yang bertirai kaca
entah, mungkin bahasa kita beda
hingga kau tak bisa menangkap kupu-kupu yang sekarang berseliwangan
dengan kelepak transparan keperakan
mungkin sebanyak mereka-mereka yang akan berebut menara itu,
tahta gading yang membuatmu bersinar siang kemarin
26.03.07
duduk di singgasana intelektualitas,
bersama para penggede yang satu titik nanti akan kamu lampaui kebesarannya
lalu lagu itu kembali menggema
kutipan-kutipan indah, efek samping dari penyakitmu yang kelewat kutu buku itu
tapi kata-kata indah tidak cukup untuk membuat otak-otak di kubangan ini menetas!
mereka, aku, dan kamu
mungkin hidup dalam dimensi yang sama
tapi tetap saja,
proyeksi kita bersilangan sekian derajat!
beberapa di antara kita mendekati bejat!
aku lihat tahta yang itu tidak lagi berdaya
tinggal selongsong kilau miskin makna
meringis aku
membayangkan tiga puluh ribuan nyawa,
tiga bulanan lagi akan bersabung memperebutkannya
lalu jutaan yang tak pernah sempat berlaga
mengais-ngais sisa koran yang dibuang mereka-mereka yang kalah
atau mengasak sisa pesta si menang
terhenyak aku sadari,
pikiranku sendiri telah busuk
terlalu prematur memandang mentari pagi:
apa benar masih akan ada esok hari?
kembali mataku berpijak
di matamu yang bertirai kaca
entah, mungkin bahasa kita beda
hingga kau tak bisa menangkap kupu-kupu yang sekarang berseliwangan
dengan kelepak transparan keperakan
mungkin sebanyak mereka-mereka yang akan berebut menara itu,
tahta gading yang membuatmu bersinar siang kemarin
26.03.07
No comments:
Post a Comment