By: Me, of course! (* and Alloh Willing )
Who knows ‘bout the future, anyway?
(* peringatan: membaca tulisan ini berarti menyetujui isinya! Hati-hati terhadap serangan jantung yang muncul tiba-tiba akibat terinfeksi narsisme yang tersembunyi dalam tiap paragrafnya. Penulis lepas tangan dari semua efek samping yang mungkin timbul... )
Akhir-akhir ini, kegelisahan sering mewarnai sebagian hari-hariku. (Huhu.. itu artinya nggak banyak kan?). Seiring dengan bertambahnya ‘usia’ kuliahku di Teknik Fisika ITB ini, rupanya belum cukup jelas memetakan ke arah mana aku harus melangkah (maksudnya tentang keprofesiannya, githu..) Hum, kalo dipikir-pikir, bidang yang aku pelajari sekarang, memang sangat jauh dengan bayanganku dulu ketika memilih jurusan ini. Tapi bukan berarti aku merasa salah jurusan lho! Tentu tidak! Soalnya, dari dulu aku memang lebih tertarik pada fenomena fisis dari pada pelajaran lain. Walaupun itu tidak menjadi jaminan kalau aku akan mendapatkan nilai bagus karenanya .. (haha.. syukurlah.. =D )
Menginjak paruh tahun ke tiga ini, aku mulai mengerti dan mendapatkan gambaran yang lengkap tentang Teknik Fisika (untuk selanjutnya Teknik Fisika cukup disebut FT.. Lho? Kok FT? Bukan TF? *Nah, ini juga ada ceritanya.. tapi bakalan terlalu panjang kalo aku uraikan di sini. Lagian, nggak penting kan? Mending baca cerita saya selanjutnya, hehe..), akan dicetak menjadi apa lulusan jurusan ini. Kalau dulu FT identik dengan jurusan yang nggak jelas sehingga bisa njelasin segala-galanya, sekarang perspektifku tentang disiplin ilmu FT mulai terbentuk. (Jangan salah, banyak juga alumni FT yang nggak ngikutin ’disiplin’, malah jadi gubernur, mentri de es be, hehe.. ini nggak masuk pokok bahasan.. apakah aku akan mengikuti jejak mereka? Kita tunggu saja!)
Singkatnya, mulai ada gambaran kalau sarjana FT akan diproyeksikan sebagai ahli instrumentasi dan kontrol. Dan memang, semua mata kuliah yang diajarkan di FT mengarah ke sana. Mulai dari elektronika, pemrograman, rangkaian listrik, metode pengukuran, teknologi sensor, pengolahan sinyal, kontrol otomatik, dan lain sebagainya. Hal ini masih didukung pula dengan pengetahuan dasar tentang konversi energi (*belajar tentang mesin juga di sini) dan ilmu bahan. Tapi, kalau kata dosen saya, posisioning alumni FT masih bisa lebih dipertajam lagi, nggak sekedar instrumentasi dan kontrol biasa, tapi lebih ke arah pengukuran. (*soalnya, jurusan lain juga pada mempelajari instrumentasi dan kontrol.. )
Begitulah. Keprofesian FT diarahkan ke instrumentasi dan kontrol, dengan fokus pada pengukuran. Soalnya, di era teknologi saat ini, semua hal musti jelas dan pas. Apa jadinya proses produksi yang serba otomatis itu kalo bekerja tanpa kontrol yang baik? Nggak lucu juga kan kalo mata kita jadi sipit sebelah karena pas dioperasi lasernya melenceng 0.001 mili? Nggak menarik juga kan kalo kita musti begadang tiap malam karena rumah kita disatronin maling? Pendeknya, dari bel anti maling pasaran, piranti imut ala nano electro-mechanics, alat-alat kesehatan portabel, sampe ngendaliin reaktor segede gaban, nah .. itulah medan juang FT!
Sebenernya, FT diharapkan bisa menjadi ujung tombak perubahan teknologi (Avant Garde gitu loh..) karena, sebagai disiplin ilmu engineering physics, alias applied physics, seharusnya FT menjadi ’penerjemah’ pertama yang menjembatani dan mewujudkan ilmu-ilmu dasar yang sebagian besar berbasis fisika menjadi suatu teknologi dan aplikasi yang bisa dimanfaatkan baik oleh masyarakat secara langsung maupun oleh disiplin ilmu yang lain. Kalau nyatanya sekarang kebanyakan justru dicetak menjadi pemasok kuli industri, itu soal lain. Terlalu panjang jika diuraikan di sini masalah kebijakan pemerintah, kurikulum pendidikan, dan bla bla bla yang lainnya.. Sayang sekali, saat ini yang benar-benar terjun ke dunia riset dan pengembangan pendidikan hanya puncak piramida saja. Ironis memang. Semoga saja di masa depan, semakin banyak orang yang berpandangan luas dan memiliki visi yang kuat untuk memajukan teknologi Indonesia melalui pengembangan pendidikan kerekayasaan ini. Lho? Kok jadi bahas ini?
Yap, begitulah. Bidang keahlian Fisika Teknik tergambar dari tiga kelompok kerja yang ada di sana, yaitu Lab Fisika Bangunan, Lab Instrumentasi Industri, dan Lab Proses dan Komputasi Material.
Fisika bangunan meliputi teknik pengkondisian lingkungan (tata udara dan pendingin ruang, chiller, dan lain sebagainya), akustika (efek akustika ruangan, dsb), optik, dan pencahayaan. Fisika bangunan adalah bidang keahlian spesial yang jarang dikuasai umum. Padahal, kebutuhan akan kondisi ruangan atau gedung yang nyaman dan mendukung fungsi ruangan adalah mutlak diperlukan. Dengan pencahayaan yang tepat, tata suara yang baik, serta kondisi ruangan yang mendukung akan meningkatkan kenyamanan pengguna yang pada akhirnya akan meningkatkan produktivitas kerja. Nilai kegunaan ruang pun dapat ditingkatkan. Di lain sisi, aspek artistik dan penghematan energi juga dapat ditambahkan.
Sementara, instrumentasi industri berhadapan dengan tantangan dunia indutri yang membutuhkan engineer yang handal, baik dalam hal kontrol otomatik, pengadaan instrument yang aman dan sesuai dengan kebutuhan industri. Pengetahuan mendasar dan aplikatif dalam hal ini adalah mutlak demi keselamatan pekerja dan peningkatan produktivitas industri. Pada akhirnya, hal ini akan sangat berpengaruh bagi pembangunan nasional Indonesia. Saat ini, kebanyakan ahli industri didatangkan dari luar negeri. Tentunya hal ini mengurangi lapangan kerja bagi angkatan kerja Indonesia sendiri. Di samping itu, terjadi pemborosan karena gaji ahli luar negeri tersebut lebih tinggi dari pada gaji pekerja Indonesia. Diharapkan, lulusan FT dapat berpartisipasi sebagai anak bangsa yang bisa mengeksplorasi dan mengolah kekayaaan alam Indonesia bagi kesejahteraan bangsa, sehingga mengurangi ketergantungan kita terhadap luar negeri.
Lab Komputasi dan Pemrosesan Material merupakan bagian dari keprofesian teknik fisika dengan bidang keahlian kerekayasaan material. Yang sedang dan akan dikembangkan adalah nano teknologi. Disadari atau tidak, Indonesia memiliki banyak potensi yang bisa dioptimalkan. Sebagai negeri yang kaya dengan bahan tambang dan kekayaan hayati, sudah selayaknya Indonesia menjadi pemimpin dunia dalam hal kesejahteraan. Namun, kenyataannya tidak demikian. Salah satu jalan yang ditempuh untuk memotong mata rantai kemiskinan Indonesia adalah dengan mencari dan mengembangkan teknologi yang murah dan aplikatif dalam hal pengolahan kekayaan alam. Selama ini kita terlalu tergantung dengan teknologi dan modal asing, sehingga kekayaan alam Indonesia tak bisa dinikmati oleh bangsa sendiri, malah dieksploitasi asing. Sedangkan nano teknologi adalah bidang teknologi baru yang sedang menjadi tren dan dikembangkan di dunia. Jika kita tidak bisa mensejajari negeri-negeri lain yang sudah lebih dulu maju dalam hal mikro teknologi, maka kita harus menjadi yang terdepan dalam teknologi nano. Teknologi nano akan menjadi sangat penting dalam beberapa dasawarsa mendatang. Semakin langkanya sumber daya dan terbatasnya sumber energi memaksa manusia melaksanakan efisiensi, yang pada akhirnya membutuhkan teknologi yang lebih hemat dan efisien.
Yang manapun yang akan diambil sebagai keahlian sarjana teknik fisika, semua memiliki tantangan dan peran masing-masing.
So, saya pilih yang mana ya ?!?
Hehehe..
Still confused..
yang jelas, inilah 'the simplest jihad' yang kudu saya lakonin ..
hum, bukankah sebaik-baik makanan adalah makanan hasil keringat tangan kita sendiri?!?
PfUUuHhhH...
=)
Moga Alloh meridhoi
Coratz-coretz ini ditulis dengan berat jari (*ngetiknya, hehe..), karena ditodong oleh pembina asrama. Demi ’masa depan’ku di asrama, ya udah.. terpaksa deh.. Asal pakem ”tulis aja dengan gaya bahasa terserah’ masih diberlakukan aku sih asyik-asyik ajah!
Hahaha ... (hush.. ketawanya yang sopan dunkz.. )
___okNum 13303115___
Siapa lagi kalo bukan.. ??
Selasa, 09 Mei 2006
Jelang senja,
diiringi instrumentalia ‘strong and strike’nya Toshiro Matsuda..
Whuaaa... Panaaaas!
No comments:
Post a Comment