Monday, March 20, 2006

Mengasah Kepedulian


Sunday, March 19, 2006



“Eh, lihat.. lihat iS! SubhanaLLOH ya.. Bapak itu..”, spontan kata-kata teman seangkatanku ini membuatku mengalihkan topik yang semula hangat kami perbincangkan sepanjang jalan tadi pagi. Sekarang, kalau mengenangnya, rasanya sudah berhari-hari yang lalu saja. Atau memang begitu karakteristik manusia dalam memperlakukan waktu?

“Hum.. iya ya.. kasihan..”, lirih mulutku menggumam. Padahal di hati ini beribu kepak tanya membersit, pantaskah Bapak sepuh yang memikul keranjang-keranjang pisang ini dikasihani..? Bukankah dia lelaki tua yang tangguh, yang berjuang menghidupi diri, mungkin juga anak cucunya dengan tenaganya sendiri ini, pantaskah dia dipandang iba? Bagiku tikus-tikus kantor yang menggerogoti nyawa Negara lebih pantas dikasihani! Bukankah dia sosok yang sungguh membanggakan? Akan ku taruh monumen Bapak itu di perempatan kota, jika saja itu tidak dilarang. Walaupun aku tak akan pernah tega andainya orang tuaku yang berlaku demikian… dengan beban berat menarik-narik kerangka tubuhnya, wajah letih itu tak bereaksi ketika ku lempar sekedar senyum. Tak apa,walaupun mungkin senyum tak bisa mengunyah getir hidupnya, setidaknya ia akan tahu bahwa rupanya, ia tak sendirian.

Salman, sehari sebelumnya.
Siang itu, seorang kawan minta dicarikan anak sekolah menengah yang kurang mampu tapi berpotensi, untuk dijadikan adik bimbing. Gadis berjilbab temanku sekelas KO ini menyanggupi meluangkan waktunya untuk membina persiapan SPMB.
“Mumpung masih Maret! Lumayankan kalo disiapin dari sekarang? Biar mateng..”
SubhanaLLoh.. moga jiwa-jiwa seperti inilah yang kan mewarnai negri ini lima tahun mendatang! Diam-diam aku cemburu dengan kepekaan yang mengganggu syaraf kepeduliannya, dan membuatnya bergerak.. Umm, amal yang nyata! Walaupun baru berwujud rencana..

Salman. Sore.
Seorang gadis nampak agak janggal di mata awamku. Langkah dan penampilannya yang agak di luar biasa membuat mataku mengikuti kemana saja dia pergi. Bahkan ketika dia mulai bergerak meninggalkan selasar hijau, entah bagaimana, kakiku begitu saja mengikutinya. Teteh Pembina Asrama yang memang sedari tadi ku’tarik-tarik’ rupanya ketularan juga rasa penasaranku. Lagi-lagi sebuah kejutan menampar mukaku. Bukan, bukannya aku ingin sok peduli membantu gadis yang nampak malang ini, sungguh pun dia tak bisa dibilang tampak menyedihkan. Kakinya nampak agak lemah, entah kenapa, karena gangguan syaraf, kalau tak salah begitu dia bilang ketika kami dan seorang teman yang asli sunda pisan nekad menanyainya. Selebihnya, ia baik-baik dan biasa-biasa saja. Ouuh.. tetehku nampak lega mendengar bahwa gadis itu adalah seorang kakak Pembina Karisma. Jauh dari dugaanku semula. Bagaimanapun, aku tak menyesal membuat kami bertiga bertegur tanya dan salam sore itu. Dan aku bangga, menyalami Zul yang dengan kesehatannya yang belum menentu, masih bersemangat mengikuti kegiatan Karisma di masjid ini! Mungkin aku harus mencangkok kepedulian dari jiwanya, andai bisa!
==
Robb, sayangi orang-orang ini!
Yang mengajari saya arti ‘memiliki’
Dan mencoba mengajar mensyukuri yang ‘tidak saya miliki’

Juga sahabat yang merelakan sebidang privacy dan hak miliknya tergusur
Oleh proyek yang dengan lancangnya kunamai ‘da’wah’
Padahal ini baru etape penjajagan!

Juga adikku yang selalu dengan sayang,
Memiskolku ql tiap dini hari…

Umm,
Alloh..
Ampuni,
Dua deadline yang hingga kini masih mengantri!

2 comments:

Anonymous said...

amiiin! Ada doa lain tuk loe sendiri? Ntar diaminin lagi. Akhir-akhir ini -alhamdulillah- doa gw ko' sering terkabul yah (fiuuuh.. jadi tambah malu, dah sering dikabulin tapi blon bisa bales apa-apa selain tuk diri sendiri...suatu saat insya Allah.

Katakecil said...

semoga kita semua mendapatkan yang terbaik..
dan menjadi insan kamil
:)