Thursday, July 19, 2012

Satu Hari di Pasar Baru

Ini adalah kejadian pendek yang sangat sederhana, namun menyentakkan saya. Sudah lama sekali saya ingin menuliskan cerita ini. Tapi apa daya, malas itu lebih berkuasa = =" Duh.. Karena saat ini saya menuliskannya dengan kondisi perut kosong melompong, jadi harusnya saya masih bisa menghayatinya.. (Background: biola menyayat-nyayat. Halah..)

Saya sedang mengantarkan teman saya dari Malang berburu oleh-oleh di Pasar Baru, saat seorang pedagang tas keliling itu mendekati kami dan mencoba menawarkan dagangannya. Pedagang ini kelihatannya sudah cukup berusia, namun dunia mengajarkan saya satu hal: Jangan pernah percaya begitu saja dengan permainan garis dan warna di wajah orang-orang jalanan. Karena waktu seringkali berbuat licik dan diam-diam menambahkan jejak di usia yang tidak mereka jalani. Jadi saya taksir mungkin masih sekitar usia adik saya yang ke-dua. Dia kelihatan lega saat teman saya menunjukkan ketertarikan pada dagangannya,  memutuskan untuk berhenti dan melihat-lihat. Tawar-menawar pun terjadi. Cukup alot. Saya lupa angka tepatnya, tapi tas yang asalnya 20 ribuan itu telah turun harkat dan martabatnya ke angka 15 ribuan. Di sinilah masalah menjadi liat. Teman saya keukeuh minta harga 13 ribu. Sedangkan pedagang itu bertahan di angka 14 ribu. 

Setelah serangkaian bharatayudha, dengan berat hati, dan suara agak lemah, sang pedagang pun akhirnya melepas tas itu dengan harga 13 ribu. Saya yang dari awal memang hanya berperan menjadi pengawal tanpa skill perang harga, hanya trenyuh dan terkagum-kagum dengan adegan perang kilat yang menunjukkan kelihaian kedua belah pihak nan fantastis itu. Tepat saat teman saya merogoh tas untuk membayar tas tersebut, datanglah seorang pengamen semi peminta-minta (if you understand what I mean). Teman saya pun membayar belanjaannya, mendapat kembalian, sambil memilih tas yang akan diambilnya. Pengamen itu pun menodongkan mesin kasirnya (if you know what I mean). Teman saya dan saya sendiri sudah seperti cacing habis digelitikin semut merogoh semua saku dan dompet yang mungkin menjadi persembunyian benda bulat dari logam yang biasanya diberikan kepada orang-orang yang berprofesi demikian. Tapi nihil. Akhirnya teman saya pun memberikan uang kertas dua ribu kembalian pedagang tadi. OH, IF YOU SEE WHAT I SEE.. Saya melihat ada perasaan yang tak bisa saya lukiskan dengan kata-kata di mata pedagang tadi. Pundaknya yang turun, dan wajahnya yang mendung cukuplah meruntuhkan haru di hati saya. Setiap ribu rupiah yang dia perjuangkan dengan mati-matian, ternyata bisa begitu mudahnya didapatkan orang lain yang modalnya sungguh sederhana (jika saya bilang tanpa modal itu dianggap terlalu kurang ajar.) Saya hanya menjadi saksi tak berguna di sana, tapi saya pun mendapatkan bagian perasaan bening itu...

Ah, ingatlah wahai tiap inci tulang yang menegakkan tubuhku..
Wahai tiap tetes darah yang berhutang budi pada hidup,
Engkau ditumbuhkan dari sari pati makanan yang didapatkan dari pertempuran demi pertempuran semacam itu...
Dalam dirimu ada hak yang bukan milikmu...
Ingatlah selalu, ingatlah selalu...




#Ditulis sembari mendengar indahnya melodi perbedaan ide sidang orang-orang bijak bestari di tivi ini... Ditinggalkan dengan janji akan mengeditnya saat otak sudah lebih jernih. Wangsul rumiyiin..

8 comments:

Outbound di Malang said...

nice post :)

Katakecil said...

Thank you..

Rumah Busana said...

bagus ceritanya ada pelajaran di balik cerita mu. ;-)

Anonymous said...

saat membeli sesuatu, terutama di pasar atau pedagang kecil, saya selalu sebisa mungkin menghindari menawar harga terlalu murah. kecuali untuk barang2 yang saya tahu memang harga aslinya semurah harga yg saya tawar ke penjualnya. harga dari penjual itu rejeki mereka, kita tidak pernah tahu cerita di balik selisih harga yang mungkin hanya seribu dua ribu itu. prinsip saya pribadi, menawar sih menawar, tapi jangan keterlaluan :)

btw terima kasih sudah follow blog "ala kadarnya" milik saya itu :)

kceydloaz said...

good iis hehehe

Katakecil said...

Fatma, Hehe.. :P Gimana kantor.. aamiiin... segera diapdet ya blognya :D

Katakecil said...

@Niken Pratiwi, Terima kasih sudah mampir ke mari :)
Iya, betul sekali itu..
Kita biasa membeli di mall-mall tanpa menawar walaupun harganya kita tahu halmahera naudzubillah..
Tapi memang adakalanya pedagang curi-curi kesempatan, menipu pembeli yang amatiran.. ini juga gak baik =="

Katakecil said...

Indah Wid, Thank youuu.. Mana oleh-oleh catatan dari lapangan? :D