Friday, July 03, 2009

Hmmm,,, berantakan

Be Not Afraid
Overcoming the Fear of Death

Johann Christoph Arnold

ini adalah bagian dari bukunya yang saya gunting begitu saja,,
I didn't recommend this book,
dakedo..
below are the best part of this book (*menurut sayah*)
dunno,
just hmm,,
dunno..









Tentu saja rasa takut tidak terbatas pada waktu
dan tempat. Ini merupakan emosi yang dirasakan secara
universal jika tidak dapat dikatakan yang utama. Kita
masing-masing sudah pernah merasakannya – misalnya
berbalik arah ketika dengan tiba-tiba melihat api
menyala atau anjing yang beringas, atau menggenggam
kayu dan meloncat ke belakang ketika sesuatu jatuh
secara tiba-tiba di hadapan kita. Tetapi ada jenis
ketakutan lain: ketakutan yang disebabkan oleh
penyakit dan kenyataan menghadapi kematian.
Ketakutan ini tidak ada hubungannya dengan menjaga
diri sendiri. Ini merupakan ketakutan akan masa depan
yang belum diketahui, ketakutan akan perubahan, dan
mungkin yang paling penting, ketakutan dalam
menghadapi hidup secara jujur dan kesadaran bahwa
kita sebenarnya tidak memiliki apa pun.


Satu hal yang saya katakan kepadanya
bahwa menderita penyakit kanker berarti melepaskan
semua kekuataan diri kita, dan mungkin melalui penyakit
ini Tuhan ingin berbicara kepada kita. Saya juga
mengingatkan bahwa sampai sekarang ia memiliki semua
yang ia inginkan: ia muda dan kuat, rupawan dan berbakat. Baginya semua baik-baik saja. Tetapi mungkin
Tuhan tidak dapat menggunakan semua anugerah yang
Ia berikan kepadanya. Saya mengatakan, “Matt, mungkin
Tuhan harus membuatmu tidak berdaya, sehingga Ia
dapat bekerja melalui kelemahanmu. Sekarang engkau
harus memohon kekuatan untuk dapat menerimanya.”
Jawabannya sangat mengagumkan, “Saya menyadarinya.
Ini sangat sulit, tetapi itulah yang harus saya lakukan.”


Namun, bagi orang yang mandiri
yang melihat kelemahan sebagai suatu kekalahan, ini
sangat menyakitkan, terutama jika ia selama bertahuntahun
telah mengeraskan hatinya melawan ide
“mengalah” pada kematian. Tiba-tiba ia melihat bahwa
kepercayaannya terhadap kemampuan diri sendiri seperti
ilusi dan menyadari bahwa bahkan orang yang paling
kuat sekali pun tidak berdaya ketika berhadapan
dengan kefanaan dirinya..............



Tetapi sesungguhnya, kita tidak pernah sendiri,
setiap saat kita dikelilingi oleh dua kekuatan yang saling
bertentangan, kekuatan jahat dan kekuatan baik. Dan
meskipun peperangan di antara keduanya terjadi dalam
setiap peristiwa kehidupan kita, saya percaya peperangan
ini paling intens terjadi ketika jiwa orang yang menjelang
ajal berada di persimpangan jalan....



Ia tahu
bagaimana rasanya dikuasai oleh perasaan takut yang
mencekam, tetapi ia berpegang pada keyakinannya akan
Allah yang lebih besar dari semua rasa takutnya dan
yang tidak akan pernah membiarkan ketakutan itu
menguasai dirinya...



Setan keputusasaan bersembunyi di setiap relung hati
manusia, dan jika kita jujur pada diri sendiri, kita harus
mengakui bahwa kita masing-masing pernah merasakan
sentuhannya yang tidak ramah itu. Putus asa merupakan
musuh terbesar kita. Putus asa membuat kita kehilangan
semua kegembiraan, semua harapan dan semua rasa
percaya diri – kadang-kadang bahkan keinginan untuk
hidup. Tentu saja, sama seperti menghadapi penyakit, kita
merasa tidak ada harapan untuk disembuhkan. Sering
menyalahkan diri sendiri menjadi penyebab utama
perasaan depresi. Banyak orang menghabiskan hidupnya
dalam perasaan bersalah. Cepat atau lambat mereka
tergoda untuk menghancurkan diri mereka sendiri.
Kadang-kadang rasa bersalah mereka itu benar; kadangkadang
hanya pikiran mereka saja – bahkan kelemahan
dan sifat-sifat buruk terlalu dibesar-besarkan sehingga
menjadi sesuatu yang tidak lagi dapat dikendalikan.



Cara penyembuhan lain yang tidak boleh kita
remehkan adalah doa. Betapa pun jelek dan tidak
sempurnanya doa kita, tetapi doa merupakan obat
penyembuh yang paling mujarab untuk perasaan putus
asa.


Tidak semua orang diberi waktu untuk
mempersiapkan kematiannya. Saya tahu beberapa orang
yang – meskipun mereka tidak tahu dengan pasti saat
kematiannya – tetapi mempunyai perasaan bahwa
waktunya di dunia sangat terbatas...




Merupakan suatu anugerah jika seseorang yang
menderita penyakit yang mematikan dapat membenahi
dirinya dan menemukan kedamaian dalam Tuhan – ketika
masih ada waktu untuk meminta pengampunan dan untuk
mengampuni, untuk menyelesaikan kerenggangan dalam
relasi dan untuk menyembuhkan luka-luka lama. Tetapi
tidak semua orang mendapat kesempatan ini.


ia berkata, “Well, Tuhan tidak memberi kepada kita
pencobaan yang melebihi kekuatan kita, jadi Tuhan
merasa bahwa saya dapat menanggung ini semua.” Dan
kepada ibunya: “Ibu, yang paling saya takutkan dalam
hidup adalah menderita penyakit kanker. Tetapi ketika
saya mendengar bahwa saya menderita penyakit itu, rasa
takut itu benar-benar hilang.”


..Yang luar biasa, ia tidak pernah sekali pun
mengutarakan kecemasannya akan masa depan, dan
sejak ia menderita sakit sampai kematiannya, tidak ada
seorang pun yang pernah mendengar ia mengeluh atau
melihat ia mengusap air matanya....



Jadi, apa artinya siap menyongsong kematian kapan
saja? Dapatkah kita berdiri di hadapan Pencipta kita dan
memberi pertanggungjawaban atas hidup kita? Kita ini
kecil dan lemah dan kita dapat meninggal kapan pun.

No comments: